Senin, 20 Februari 2012

Memahami kembali susunan Perayaan Ekaristi




Memahami kembali susunan Perayaan Ekaristi
Rekoleksi Petugas Liturgi
di Griya Samadhi Vincentius - Prigen
6 – 7 Desember 2010
Materi Oleh Romo Kurdo
Paroki Sancta Maria Annuntiata – Sidoarjo


I.    RITUS PEMBUKA
Makna dasar dari ritus pembuka dalam Perayaan Ekaristi adalah kehadiran Tuhan di tengah umat beriman yang sedang berdoa (Mat 18:20).
Tujuannya adalah mempersatukan dan mempersiapkan umat untuk mendengarkan Sabda Allah dan merayakan Ekaristi dengan layak. Kekhasan bagian ini adalah sebagai pembuka, pengantar dan persiapan.
Ritus Pembuka Perayaan Ekaristi ini terdiri dari :
  1. Perarakan masuk
Setelah umat berkumpul, imam bersama misdinar, asisten imam dan petugas lainnya berarak masuk menuju altar.
Umat yang berkumpul memiliki makna yang dalam, bukan hanya sekedar berada bersama dalam satu ruangan, namun mewujudkan apa yang disabdakan Tuhan sendiri : “Sebab dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, disitu Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20)
Perarakan ini disambut oleh umat dengan berdiri sambil menyanyikan lagu pembuka. Berdiri menunjukkan perhatian kita kepada Sabda Tuhan serta kesiapan kita untuk mengamalkannya.
  1. Nyanyian pembuka
Nyanyian pembuka bertujuan untuk membuka Perayaan Ekaristi, membina kesatuan umat, mengantar masuk dalam misteri iman dan mengiringi perarakan masuk. Perarakan Imam menjadi tanda kehadiran Tuhan di tengah umat.
  1. Penghormatan Altar (dan Pendupaan)
Sesampainya di depan panti imam, perarakan imam dan petugas liturgy menghormat ke altar dan berlutut. Altar dihormati karena melambangkan Tuhan Yesus sendiri. Tuhan yang telah wafat dan bangkit akan hadir di atas altar dan dari meja ini, Dia memberikan diriNya bagi umat beriman dalam rupa makanan dan minuman Ekaristis. Secara khusus imam menghormati altar dengan mencium altar, yang merupakan pemberian salam dan penghormatan kepada Kristus Sang Imam Agung dan Sang Tuan Rumah Perayaan Ekaristi.
Tindakan imam mencium altar ini bukan hanya bersifat pribadi melainkan mewakili seluruh umat yang hadir. Maka, umat hendaknya menggabungkan diri dalam penghormatan kepada Kristus itu secara batin (dalam hati).
Pada kesempatan perayaan Ekaristi hari-hari besar, dilakukan juga pendupaan yang mengungkapkan hormat dan doa : “Biarlah doaku adalah bagiMu seperti persembahan ukupan” (Mzm 141:2). Pendupaan diayunkan 3x untuk menghormati : Sakramen Mahakudus, salib Tuhan, Injil, lilin Paskah, imam dan umat. Dan diayunkan 2x untuk patung para kudus.
  1. Tanda Salib
Setelah penghormatan altar, imam dan para petugas liturgy menuju tempatnya masing-masing. Imam berdiri dan memulai dengan membuat Tanda Salib. Dimana Tanda Salib ini menyatakan dua pengakuan :
1.     Mengungkapkan tanda keselamatan warga Gereja, yaitu Salib Kristus.
2.    Tanda Salib dengan penyebutan Allah Tritunggal menunjukkan initi iman kita sebagaimana diakui saat pembaptisan. Melalui pembaptisan kita dipersatukan dalam persekutuan Allah tritunggal sesuai dengan Sabda Yesus sendiri : “Jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat 28:19). Dengan demikian tanda Salib secara liturgis menghubungkan kita dengan sakramen Baptis. Dengan malakukan Tanda Salib, umat menyatakan bahwa dirinya telah menjadi milik Kristus dan kristus akan melindunginya.
  1. Salam
Sesudah membuat Tanda Salib, imam memberi salam : “Tuhan sertamu”, umat menjawab : “ Dan sertamu juga” atau “Tuhan bersamamu”, umat menjawab : “Dan bersama rohmu”. Salam imam kepada umat bukan sekedar sopan santun sosial, namun suatu pewartaan karya keselamatan Allah. Jawaban dari umat bukan sekedar menanggapi salam, namun tanggapan kepada pelayan Perayaan Ekaristi yang adalah “hamba kristus yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah” (1 Kor 4:1).
Dengan demikian salam imam dalam pperayaan Ekaristi (atau liturgy lainnya) mengungkapkan Tuhan yang hadir ditengah umat dan melaksanakan karya penyelamatan.
  1. Pengantar
Imam menyampaikan penjelasan singkat mengenai tema atau isi misteri iman yang dirayakan dalam Perayaan Ekaristi saat itu.
  1. Tobat
Setelah pengantar, umat sebagai Gereja (persekutuan umat beriman) diajak hening untuk meneliti hidup dan menyesali segala dosa dan kesalahan kepada Tuhan dan sesama. Tobat yang sejati mengalir dari tanggapan kita atas kasih dan kebaikan Allah yang terlebih dahulu kita alami : meski kita berdosa, namun Allah berkenan tinggal di antara kita dan kita diterima bersatu denganNya.
Ada beberapa bentuk atau cara tobat, yang kemudian diakhiri dengan absolusi, pengampunan : “Semoga Allah yang Mahakuasa mengasihani kita, mengampuni dosa kita dan menghantar kita ke hidup yang kekal”.
Absolusi atau pengampunan ini tidak memiliki kuasa pengampunan seperti dalam Sakramen Tobat. Dengan demikian, pengakuan dan absolusi dalam Perayaan Ekaristi tidak menggantikan pengakuan dan absolusi dalam Sakramen Tobat. Karena pengakuan dan absolusi dalam Perayaan Ekaristi lebih menekankan sebagai komunitas.
  1. Kyrie (Tuhan kasihanilah kami)
Istilah Kyrie diambil dari kata-kata Yunani yaitu Kyrie elleison : Tuhan kasihanilah. Seruan Tuhan (Kyrie) pertama-tama adalah seruan yang menyampaikan penghormatan kepada Yesus yang kita imani sebagai Tuhan. Kata kasihanilah (eleison) merupakan seruan untuk memohon belas kasih ilahi seperti yang disampaikan oleh ke dua orang buta (Mat 9:27 dan Mat 20:30) atau Bartimeus (Mrk 10:47), atau perempuam Kanaan (Mat 15:22).
  1. Gloria
Madah Gloria atau kemuliaan berisi madah yang memuji dan memuliakan Allah Bapa dan Yesus Kristus PuteraNya bersama Roh Kudus. Madah ini lahir dari pengalaman belas kasih pengampunan dari Allah. Setelah menerima pengampunan dari Allah, kita sebagai Gereja yang telah dikuduskan, menyerukan kemuliaan bagi Allah.
Bagian pertama, seruan pujian dan kemuliaan ditujukan kepada Allah Bapa di surga. Rumusan yang digunakan mengutip nyanyian pujian para malaikat di surga : “Kemuliaan bagi Allah ditempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadanya” (Luk 2:14).
Bagian kedua, pujian dan seruan kepada Yesus Kristus, Putera yang tunggal. Akhirnya madah ditutup dengan penyebutan Roh Kudus. Pujian kepada Bapa dan Putera bagaimanapun juga hanya selalu berlangsung dalam Roh Kudus. Dalam madah kemuliaan, dinyatakan pengakuan iman akan Allah Tritunggal.
  1. Doa pembuka
Doa pembuka merupakan penutup bagia pembukaan dalam Perayaan Ekaristi. Doa pembuka adalah kata lain dari oratio collecta (atau doa kolekta) : bahwa doa ini merupakan kumpulan atau ringkasan ujud-ujud doa dari umat beriman. Oleh karena itu, seharusnya ada waktu hening untuk menyadari kehadiran Tuhan dan sekaligus menjadi kesempatan untuk umat mengungkapkan dalam hati ujud-ujud pribadi. Dalam saat hening itulah seluruh umat berpartisipasi dalam doa pembuka, umat menyetujui dan menjadikan doa yang disampaikan imam sebagai doa mereka sendiri.
II.   LITURGI SABDA
  1. Makna Liturgy Sabda
adalah kehadiran Tuhan dan karya penebusanNya bagi Gereja melalui sabdaNya.
Oleh karena itu Liturgy Sabda terdiri dari : pewartaan Sabda Allah dan tanggapan umat atas Sabda Allah itu. Dengan demikian dalam Liturgy Sabda terjadi dialog perjumpaan antara Allah yang bersabda dan umat yang menanggapi sabdaNya. Pewartaan Sabda Allah dilakukan dalam pembacaan Kitab Suci dan Homili yang memperdalam Sabda itu. Tanggapan umat terungkap melalui Mazmur Tanggapan dan Bait Pengantar Injil, Syahadat dan Doa Umat.
  1. Bacaan Pertama.
Dalam Perayaan Ekaristi Minggu atau Hari Raya ada 3 bacaan : Bacaan I, Bacaan II dan Injil. Sedangkan dalam Perayaan Ekaristi Harian hanya ada 2 bacaan : Bacaan I dan Injil.
Bacaan I dalam Perayaan Ekaristi hari Minggu dan Hari Raya diambil dari Perjanjian Lama, yang secara tematis memiliki hubungan dengan Bacaan Injil. Dengan demikian, nampak jelas ada kesinambungan antara sejarah keselamatan dari Perjanjian Lama dengan kepenuhan keselamatan dalam Yesus Kristus yang diwartakan dalam Injil. Bacaan I diakhiri dengan “Demikianlah Sabda Tuhan”, kata-kata ini menyatakan secara tegas bahwa yang dibacakan tersebut adalah Sabda Allah sendiri : Allah yang hadir dan bersabda kepada umatNya. Umat menjawab “Syukur kepada Allah”. Bacaan I dan II tidak boleh dibacakan oleh imam yang memimpin Perayaan Ekaristi atau Selebran Utama, karena imam yang memimpin Perayaan Ekaristi bukan hanya pewarta Sabda namun juga pendengar Sabda.
  1. Mazmur Tanggapan
Mazmur tanggapan mengungkapkan keterbukaan umat menanggapai Sabda Allah yang diwartakan dalam bacaan pertama. Gereja bukanlah umat pasif, yang acuh tak acuh terhadap Sabda Allah, yang diam saja setelah mendengar Sabda Allah. Tanggapan umat dalam Mazmur, sekaligus juga sebuah ajakan untuk meresapkan Sabda Allah.
  1. Bacaan Kedua
Biasanya dalam Perayaan Ekaristi hari Minggu dan Hari Raya, bacaan diambil dari Perjanjian Baru (disebut : Epistola, dari bahasa Latin : Epistula = surat). Pada hari Minggu Biasa, Bacaan II tidak ada hubungan dengan Bacaan I dan Injil. Bacaan II mewartakan iman akan Yesus Kristus dalam konteks pertumbuhan Gereja Perdana. Bacaan II, mempersiapkan umat kepada puncak Liturgy Sabda, yaitu Injil.
  1. Bait Pengantar Injil
Beda dengan Mazmur tanggapan, bait pengantar Injil mempersiapkan umat untuk mendengarkan Injil yang diwartakan. Umat mempersiapkan diri untuk mendengarkan Yesus sendiri yang bersabda dan menghormati kedatangan Yesus dengan berdiri. Selain pada masa prapaskah, bait pengantar Injil menggunakan seruan Alleluya, yang artinya Terpujilah Yahwe (Tuhan). Seruan ini khas Paskah, yaitu pujian atas kemenangan Yesus atas kematian (Wahyu 19:1-7).
  1. Injil
Bacaan Injil merupakan puncak Liturgy Sabda. Bacaan Injil lebih mulia daripada bacaan-bacaan lainnya, karena Tuhan Yesus sendiri yang hadir bersabda bagi GerejaNya. Bacaan Injil mengungkapkan kenyataan bahwa Yesus sendiri selalu dan tetap hadir di tengah umatNya dan terus menerus mewartakan Injil kepada segala mahkluk. Injil mewartakan bahwa Yesus tetap dan selalu bersabda dan berkarya di tengah umatNya. Keiatimewaan Injil adalah bahwa hanya boleh dibacakan oleh imam, sebagai pemimpin tertinggi Perayaan Ekaristi, atau oleh diakon (diakon tertahbis). Dan juga, dalam perayaan besar, Injil didupai. Sebelum Injil diwartakan, ada dialog antara pembaca Injil dan umat. “Tuhan sertamu”, umat menjawab “Dan sertamu juga”. “Inilah Injil Yesus Kristus menurut……. “ umat menjawab “Dimuliakanlah Tuhan”. Setelah itu ada pembuatan Tanda Salib di dahi, mulut dan dada : SabdaMu ya Tuhan kami pikirkan dan renungkan (tanda salib di dahi); kami wartakan (tanda salib di mulut); dan kami resapkan/batinkan dalam hati (tanda salib di dada).
Pembaca Injil mengecup Injil setelah dibacakan sebagai tanda penghormatan terhadap Sabda Yesus.
  1. Homili
Homili berasal dari bahasa Yunani “homilia” artinya percakapan, komentar. Homili merupakan pewartaan Sabda Allah yang bersumber dari bacaan Kitab Suci dan memberi penjelasan tentang bacaan Kitab Suci. Homili merupakan bagian amat penting dalam Liturgy Sabda, karena mewartakan dan mendalami misteri iman yang bersumber dari Kitab Suci yang dibacakan sesuai dengan situasi umat. Melalui homili, iman umat diperteguh dan memperoleh kekuatan dari Sabda Allah sendiri. Dengan demikian, umat didorong untuk berani menjadi utusan kabar gembira kepada semua orang, menjadi saksi keselamatan di tengah kehidupan sehari-hari.
Homili dengan kotbah
Kotbah merupakan pewartaan Sabda Allah dan pewartaan iman Kristiani yang bertolak dari pengalaman iman dan tidak selalu merupakan penjelasan suatu teks Kitab Suci. Menurut sejarahnya, latar belakang kotbah bukan dalam konteks liturgy tetapi gerakan misi : diadakan di luar Perayaan Ekaristi dan diarahkan bagi suatu pertobatan (untuk mempertobatkan orang agar mengenal Kristus dan beriman kepadaNya).
  1. Syahadat atau Credo
Syahadat atau Credo merupakan tanggapan umat terhadap Sabda Allah yang telah didengarkan melalui bacaan-bacaan dan homili. Syahadat merupakan pernyataan iman seluruh umat.
  1. Doa Umat
Doa umat merupakan tanggapan terhadap Sabda Allah yang sudah didengarkan. Umat menanggapinya dengan doa bersama secara resmi, bukan hanya untuk diri sendiri dan kepentingan kelompok, melainkan untuk seluruh Gereja semesta. Sebagai pemimpin perayaan Ekaristi, imam (selebran utama) membuka dan menutup doa umat. Umumnya doa umat terdiri dari empat hal : doa bagi Gereja, khususnya pemimpin Gereja, doa bagi pemimpin masyarakat dan keselamatan dunia, doa bagi mereka yang sedang menderita dan doa bagi umat setempat (paroki, stasi, lingkungan, dll).
III. LITURGY EKARISTI
  1. Makna Liturgy Ekaristi
Adalah kehadiran Tuhan dan karya penebusanNya bagi Gereja secara sakramental, yaitu dalam rupa roti dan anggur. Liturgy Ekaristi menjadi puncak seluruh Perayaan Ekaristi. Namun kita tidak akan mencapai puncak jika tidak melalui kaki gunung dan berjalan naik. Mengapa Liturgy Ekaristi menjadi pusat dan puncak Perayaan Ekaristi ? Karena di dalam Liturgy Ekaristi terdapat Doa Syukur Agung. Apa yang terjadi di dalam Liturgy Ekaristi berpangkal pada perjamuan malam terakhir yang diadakan Yesus bersama para muridNya. Dalam perjamuan itu Yesus bersabda : “Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku” (Luk 22:19; 1 kor 11:24-25). Untuk mengenangkan (menghadirkan kembali) Yesus yang telah melaksanakan karya penyelamatan Allah melalui sengsara, wafat dan kebangkitaNya itulah gereja dengan setia merayakan Ekaristi. Ada 4 teks Perjanjian Baru yang berbicara tentang pendirian Perayaan Ekaristi antara lain Mrk 14:22-25; Mat 26:26-29; 1 Kor 11:23-26 dan Luk 22:15-20. Injil Yohanes tidak menyampaikan tentang pendirian Ekaristi oleh Yesus, namun tetap menyampaikan kisah dan Sabda Yesus di sekitar perjamuan malam terakhir. Menurut kesaksian dari Perjanjian Baru, perjamuan malam terakhir diadakan Yesus sebagai perjamuan perpisahan sebelum sengsara dan wafatNya.
  1. Persiapan Persembahan
Merupakan persiapan bahan-bahan persembahan : roti, anggur, air dan bahan-bahan lain yang dibawa ke altar.
  1. Mempersiapkan altar
Altar merupakan tempat sentral dalam bangunan gedung gereja dan panti imam. Altar merupakan meja perjamuan Tuhan : tempat untuk menghadirkan kurban salib dengan menggunakan tanda-tanda sakramental. Sebagai meja perjamuan Tuhan, altar dipersiapkan oleh imam, yakni mengatur segala sesuatu yang diperlukan untuk Liturgy Ekaristi : piala, sibori, buku misa, dll.
  1. Perarakan Persembahan
Roti dan anggur serta bahan-bahan persembahan lainnya, serta kolekte. Perlu disadari bersama bahwa kolekte merupakan kesempatan dan kemungkinan bagi umat untuk berpartisipasi dalam bahan persembahan yang disiapkan untuk perayaan kenangan kurban Kristus di altar. Memang yang akan diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus hanyalah roti dan anggur. Namun seluruh bahan persembahan lain, seperti uang dari kolekte, buah-buahan, bahan makanan, lilin dan bahan-bahan lainnya memiliki makna rohani yang tinggi, terutama makna sebagai ungkapan syukur dan merupakan tanggapan atas kebaikan Allah melalui tanda persembahan uang atau barang keperluan Gereja dan orang miskin. Perlu diketahui bahwa kolekte ini bukan dimaksudkan untuk membebani umat dan memperkaya Gereja.
  1. Nyanyian Persiapan Persembahan
Nyanyian persembahan bertujuan untuk mengiringi perarakan persembahan.
  1. Doa “Terpujilah Engkau” atas roti dan anggur
Doa ini terdiri atas dua bagian : untuk roti dan untuk anggur. Makna doa yang diucapkan imam ini ditujukan kepada Allah pencipta yang menganugerahkan segala sesuatu kepada kita. Roti dan anggur yang kita siapkan kita akui sebagai anugerah Allah karena kemurahanNya. Dalam rumusan doa “hasil bumi atau hasil pokok anggur dari usaha manusia” diungkapkan bahwa kita dengan tulus ikut ambil bagian dalam persembahan sejati, yakni kurban Kristus sendiri.
  1. Percampuran air dan anggur
Setelah imam menghunjukkan roti dengan doa “Terpujilah Engkau ……. “ kemudian imam menuangkan anggur ke dalam piala. Setelah itu imam menuangkan sedikit air ke dalam piala yang berisi anggur sambil berkata : “Sebagaimana dilambangkan oleh percampuran air dan anggur ini, semoga kami boleh mengambil bagian dalam ke-Allah-an Kristus yang telah berkenan menjadi manusia seperti kami”. Baru kemudian imam menghunjukkan piala dengan doa “Terpujilah Engkau ……. “. Percampuran air dan anggur ini melambangkan air dan darah yang mengalir dari lambung Kristus waktu di salib (Yoh 19:34), yang merupakan kelahiran Gereja dan sakramen-sakramen. Air dan anggur juga melambangkan keilahian dan kemanusiaan. Maka percampuran ini mengungkapkan peristiwa Kristus yang menjadi manusia dan partisipasi kita, manusia dalam keilahian Kristus. Percampuran ini juga melambangkan ketidakterpisahan antara kita sebagai Gereja dengan Kristus sebagai kepala Gereja.
  1. Beberapa doa lainnya
Setelah menghunjukkan roti dan anggur imam kemudian berdoa secara pribadi untuk memohon pembersihan dan kepantasan diri untuk menyampaikan persembahan saat Doa Syukur Agung nanti. Imam tidak hanya berdoa untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk seluruh umat beriman. Imam mendoakan itu sambil membasuh tangan dengan air sebagai ungkapan penyucian (pengudusan) agar layak mendoakan Doa Syukur Agung. Dalam Perayaan Ekaristi Hari Besar, sebelum pembasuhan tangan dengan air, imam melakukan pendupaan atas bahan persembahan. Pendupaan ini merupakan penghormatan, pemberkatan dan pengudusan. Imam juga mendupai altar. Setelah itu, misdinar mendupai imam karena pelayanan suci yang dilaksanakan : pelayan Kristus sendiri.
  1. Doa Persiapan Persembahan
Seluruh rangkaian persiapan persembahan ditutup dengan doa persiapan persembahan : “Berdoalah saudara-saudari ……. “ Dan umat menjawab : “Semoga persembahan ini diterima demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan kita serta seluruh umat Allah yang Kudus”.
  1. Doa Syukur Agung
“Pusat dan puncak seluruh perayaan sekarang dimulai, yakni Doa Syukur Agung, suatu doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak jemaat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan bersyukur. Dengan demikian seluruh umat yang hadir diikutsertakan dalam doa ini. Ini disampaikan oleh imam atas nama umat kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus, dengan pengantaraan Yesus Kristus. Adapun maksud doa ini ialah agar seluruh umat menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang Agung dan dalam mempersembahkan kurban “ (Pedoman Umum Misale Romawi, art. 78).
  1. Prefasi
Setiap Doa Syukur Agung selalu disertai dengan prefasi (dari kata Latin Praefatio, doa yang mengiringi suatu kurban), yang dibuka dengan dialog pembuka. Dialog pembuka ini terdiri dari 3 bagian :
Pertama, dimulai dengan slam imam : “Tuhan sertamu” dan umat menjawab : “Dan sertmu juga”. Slam ini menyatakan iman kita akan kehadiran dan penyertaan Tuhan dalam hidup umatNya.
Kedua, selanjutnya imam mengajak umat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan : “Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan” dan umat menjawab : “Sudah kami arahkan”. Ini merupakan ajakan imam kepada seluruh umat untuk mengarahkan hati, akal budi hanya kepada Tuhan.
Ketiga, imam mengundang umat untuk bersyukur kepada Allah dengan berseru : “Marilah bersyukur kepada Tuhan, Allah kita”. Imam mengajak umat bersyukur kepada Allah atas karya keselamatan dari Allah. Umat menjawab : “Sudah layak dan sepantasnya”. Ini jawaban persetujuan atas ajakan imam. Sesudah dialog pembuka, imam menyampaikan bagia prefasi yang berisi pewartaan atas karya agung Allah yang menyelamatkan umat manusia melalui Yesus Kristus. Ada banyak prefasi, namun semua sama-sama mau mewartakan keagungan kasih Allah yang menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus.
  1. Sanctus (Kudus)
Pada akhir prefasi, imam mengatakan : bersama para malaikat dan orang kudus, kami memuliakan Dikau dengan tak henti-hentinya bernyanyi/berseru. Kemudian umat bernyanyi/berseru : Kudus, Kudus, Kuduslah Tuhan …… (Yes 6:5). Dari kata-kata ini sangat jelas dinyatakan bahwa liturgy Gereja yang masih berziarah di dunia ini, tidak dapat dipisahkan dari liturgy surgawi. Ada hubungan yang langsung antara Gereja yang masih hidup di dunia dengan Gereja di surga.
  1. Seruan Doa Permohonan (Epiklese)
Imam menyerukan doa permohonan agar Roh Kudus menyucikan persembahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Berkenanlah Allah dalam Roh Kudus menyucikan persembahan ini menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus.
  1. Kisah dan kata-kata Konsekrasi
“Dalam bagian ini kata-kata dan tindakan Kristus sendiri diulangi dan dengan demikian dilangsungkan kurban yang diadakan oleh Kristus sendiri dalam malam perjamuan terakhir. Di situ Kristus mempersembahkan Tubuh dan DarahNya dalam rupa roti dan anggur, dan memberikannya kepada para rasul untuk dimakan dan diminum, lalu mengamanatkan kepada mereka supaya merayakan misteri itu terus menerus” (Pedoman Umum Misale Romawi, art. 79). Tindakan dan kata-kata Yesus yang diucapkan kembali oleh imam pada bagian ini merupakan tindakan dan kata-kata Yesus atas roti dan anggur waktu Tuhan mengadakan perjamuan makan terakhir dengan para rasulNya. Tindakan dan kata-kata Yesus inilah yang mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Yesus.
  1. Anamnese
Yang berarti peringatan atau kenangan. Ini bukan sekedar mengingat secara intelektual atau pikiran belaka. Namun menunjuk tindakan yang menghadirkan Allah sendiri di tengah jemaat yang berdoa. Bukan kita yang menghadirkan Allah, seolah-olah Allah mengikuti kemauan kita, namun kita mengungkapkan iman akan Allah yang hadir dengan segala karya penyelamatanNya melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Dengan mengenangkan karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus yang terjadi secara historis 2000 tahun lalu, umat beriman mengalami sendiri tindakan penyelamatan Allah melalui Kristus tersebut terus berlangsung menuju kepenuhan pada akhir jaman : masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
  1. Doa Perembahan atau Kurban
Doa kurban persembahan disampaikan langsung setelah doa anamnese : “Sambil mengenangkan wafat dan kebangkitan Kristus, kami mempersembahkan kepadaMu, ya Bapa, roti kehidupan dan piala keselamatan” (Doa Syukur Agung ke II) atau “Sambil mengharapkan kedatanganNya kembali, dengan penuh syukur kami mempersembahkan kepadaMu kurban yang hidup dan kudus ini. Kami mohon, pandanglah persembahan GerejaMu ini dan indahkanlah kurban yang telah mendamaikan kami dengan Dikau ini” (Doa Syukur Agung ke III). Pada bagian ini Gereja melihat bahwa sambil mempersembahkan kurban sejati, yakni Kristus, Gereja mempersembahkan dirinya juga dengan demikian diharapkan umatpun belajar mempersembahkan diri pula kepada Allah melalui Kristus.
  1. Seruan Doa Permohonan (Epiklese) Komuni
Seruan doa permohonan komuni ini merupakan seruan doa permohonan agar dengan menyambut Tubuh dan Darah Kristus, Roh Kudus mempersatukan umat yang hadir dengan Kristus sendiri dan juga dengan seluruh umat beriman dalam kesatuan satu Tubuh Kristus. “Kami mohon agar kami yang menerima Tubuh dan Darah Kristus dihimpun menjadi satu umat oleh Roh Kudus” (Doa Syukur Agung ke II). Permohonan ini juga mencakup untuk kepentingan seluruh Gereja yang kudus. Pertama-tama disebut Sri Paus (menyatakan kesatuan dengan seluruh umat di dunia), Uskup (kesatuan dengan Gereja lokal), para imam dan diakon (kelompok yang ditahbiskan untuk membantu pelayanan Uskup bagi umat beriman), dan siapa saja yang ikut ambil bagian dalam pelayanan untuk umat beriman, serta seluruh umat. Selain mendoakan umat beriman yang masih hidup doa permohonan juga memuat doa untuk kaum beriman yang sudah meninggal. Juga dikenangkan para kudus yang selalu memiliki kesatuan erat dengan Gereja yang kudus yang masih berziarah di dunia.
  1. Doxologi Penutup
Doxologi berasal dari bahasa Yunani, Doxa artinya kemuliaan. Imam mengucapkan atau menyanyikan : “Dengan pengantaraan Kristus, bersama Dia dan dalam Dia, bagiMu, Allah Bapa yang mahakuasa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan, sepanjang segala masa”. Dan umat menjawab : “Amin”, kata amin berasal dari kata Yunani, amen yang artinya setuju, ya demikianlah. Dengan demikian kata ini mengungkapkan persetujuan bahwa yang dikatakan pemimpin Perayaan Ekaristi berlaku juga untuk saya. Dan amin dalam doxologi penutup ini untuk mengamini seluruh Doa Syukur Agung yang telah didoakan imam.
  1. Komuni
Komuni berasal dari bahasa Latin, communio yang artinya persekutuan atau kesatuan. Komuni artinya : kesatuan atau persatuan dengan Kristus melalui perjamuan Ekaristi. Ini mewujudkan apa yang disabdakan Yesus sendiri : “Siapa yang makan dagingKu dan minum darahKu, tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia” (Yoh 6:56). Kesatuan dengan Kristus terjadi sejak dari awal Perayaan Ekaristi hingga akhir. Ada dua makna Komuni :
Pertama, kita mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah melalui Kristus yang hadir dalam Doa Syukur Agung. Ambil bagian ini secara jelas dalam jawaban amin pada akhir atau penutup Doa Syukur Agung (Doxologi Penutup).
Kedua, kita menyambut Tubuh Kristus
Bagian komuni ini terdiri dari beberapa bagian.
  1. Bapa Kami
Doa Bapa Kami dimasukkan dalam bagian ini, karena sesuai dengan maksud komuni, yakni permohonan rejeki hari ini. Bagi kaum beriman, rejeki itu ialah roti Ekaristi. Permohonan pengampunan dan damai, sebagaimana diungkapkan dalam doa Bapa Kami, juga merupakan persiapan yang tepat untuk menyambut Kristus dalam komuni. Kaitan antara doa Bapa Kami dan Komuni juga terjadi dalam doa permohonan atas pengampunan dosa. Karena tanpa pengampunan hidup persaudaraan dan persekutuan tidaklah mungkin. Dan jika persaudaraan dan persekutuan diantara umat beriman tidak dialami, bagaimana dapat mengalami dengan nyata persatuan dan persekutuan dengan Kristus, sang Kepala Gereja.
  1. Embolisme
Embolisme, dari bahasa Yunani, artinya sisipan. Disebut doa sisipan karena melanjutkan dan mengembangkan ini doa permohonan terakhir dari doa Bapa Kami, “…. bebaskanlah kami dari yang jahat”. Permohonan pembebasan dari yang jahat dihubungkan dengan permohonan damai dan perlindungan dari berbagai cobaan dan gangguan. Embolisme diakhiri dengan seruan : “Sebab Engkaulah Raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya”. Seruan ini menyatakan keyakinan iman yang kuat bahwa Kerajaan Allah akhirnya akan dan pasti menang.
  1. Doa Damai
Penempatan doa damai setelah doa Bapa Kami dimaksudkan : “Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja sendiri dan bagi seluruh umat manusia, sedangkan umat beriman menyatakan persekutuan dan cinta kasih satu sama lain sebelum bipersatukan dengan Tubuh Kristus” (Pedoman Umum Misale Romawi, art. 82).
  1. Pemecahan Roti
Sebagaiman diperbuat Yesus dalam perjamuan malam terakhir, sebelum dibagi-bagikan roti suci itu dipecah-pecahkan dahulu. Roti itu dipecahkan, bukan hanya untuk tujuan yang praktis belaka, namun melambangkan kesatuan kita dengan Kristus dan dengan umat beriman lainnya karena kita semua adalah satu tubuh (1 Kor 10:16-17).
  1. Anak Domba Allah (Agnus Dei)
Doa dan nyanyian Anak Domba Allah dilakukan untuk mengiringi pemecahan roti. Rumusan “Anak Domba Allah” diambil dari teks Perjanjian Baru, yaitu Yoh 1:29. Seruan Anak Domba Allah ini merupakan pujian umat beriman kepada Kristus yang telah mengorbankan diriNya untuk kita dan kini hadir sebagai Tuhan yang mulia di atas altar.
  1. Doa Persiapan dan Undangan untuk Komuni
Imam berdoa dalam hati sebelum memasuki komuni. Setelah itu, imam berlutut dan mengundang umat untuk menyambut komuni dengan berkata : “Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia. Berbahagialah kita yang diundang ke perjamuanNya”. Kata-kata berbahagialah….. berasal dari kutipan kitab Wahyu 19:9. Dari sini ditekankan juga bahwa penerimaan komuni merupakan tindakan ambil bagian dalam perjamuan surgawi. Bersama umat, imam menjawab : “Ya Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh”. Kata-kata ini mengutip Injil Matius 8:8.
  1. Komuni Imam
Timbul soal : mengapa imam menyambut komuni terlebih dahulu, baru kemudian umat ? Apakah sebagai tuan rumah, hal ini tepat ? Penerimaan komuni tidak dapat disamakan dengan perjamuan biasa seperti yang terjadi di berbagai budaya. Dalam Perayaan Ekaristi, Kristuslah yang menjadi Tuan rumah dan sekaligus Hidangannya. Dengan demikian, sang Tuan rumah bukanlah imam, melainkan Kristus sendiri. Dengan menerima komuni bukan hanya berarti menerima karunia penebusan dari Yesus saja, namun juga suatu perutusan untuk mempersembahkan diri dan seluruh hidup untuk menghadirkan keselamatan Kristus bagi dunia. Maka imam menerima komuni terlebih dahulu, menyatakan dengan tegas bahwa imam menyatakan tanggung jawab dan teladan bagi seluruh umat untuk menerima undangan Kristus, yakni ambil bagian dalam karya Tuhan dan mempersembahkan hidupnya bagiNya.
  1. Komuni Umat dan Nyanyian Komuni
Komuni umat merupakan saat suci, penting dan agung. Melalui komuni, umat ambil bagian secara sadar dan nyata dalam peristiwa penebusan Kristus. Oleh karena itulah, maka tatacara penerimaan komuni yang penuh hormat merupakan hal yang mendasar. Pada saat komuni umat, bisa dinyanyikan lagu komuni. Ada 2 tujuan nyanyian komuni, yaitu :
a)    Agar umat secara batin bersatu dalam komuni juga menyatakan persatuannya secara lahir dalam nyanyian bersama;
b)   Menunjukkan kegembiraan Illahi.
  1. Pembersihan Piala
Setelah komuni selesai, imam membersihkan piala sambil berdoa : “Ya Tuhan, semoga anugerahMu yang telah kami sambut sungguh meresap ke dalam hati dan memulihkan kekuatan iman kami”.
  1. Doa Sesudah Komuni
Doa ini merupakan doa yang menutup Liturgy Ekaristi. Isi doa umumnya syukur atas karunia Ekaristi yang telah dirayakan dan diterima, permohonan agar berkat Ekaristi, kita bertekun dalam perutusan selanjutnya, dan akhirnya memohon agar nanti diperkenankan mengikuti perjamuan penuh di surga.
IV. RITUS PENUTUP
  1. Upacara penutup bertujuan untuk mengakhiri seluruh rangkaian Perayaan Ekaristi dan sekaligus mengantar umat beriman untuk kembali ke perjuangan hidup sehari-hari dan menjalankan perutusan di dunia.
  2. Pengumuman
Sebelum berkat dan pengutusan, dapat disampaikan beberapa pengumuman penting untuk seluruh umat yang disampaikan secara singkat dan jelas.
  1. Berkat
Sebelum berkat disampaikan imam menyapa umat dengan rumusan salam : “Tuhan sertamu” atau “Tuhan bersamamu” dan umat menjawab : “Dan sertamu juga” atau “Dan bersama rohmu”. Dialog ini mengungkapkan iman Gereja bahwa Tuhan sungguh hadir dan menyertai umatNya. Selanjutnya disampaikan berkat dengan menyebut nama Allah Tritunggal. Maknanya berkat dalam hal ini bukanlah anugerah sesuatu yang bersifat materi, namun pertama-tama adalah Allah sendiri, yakni hidup Allah Tritunggal. Dengan menerima berkat, kita dianugerahi kesatuan hidup dengan persekutuan Allah Tritunggal, sumber dan tujuan hidup manusia dan alam semesta. Berkat ini juga sekaligus memberikan kekuatan illahi untuk melaksanakan tugas perutusan.
  1. Pengutusan
Setelah menerima kekuatan dari Allah Tritunggal melalui berkatNya, seluruh umat tanpa terkecuali mendapat tugas perutusan, menjadi saksi keselamatan dan kebenaran dalam kehidupan yang nyata sehari-hari. Dan umat menjawab “Amin” (setuju).
  1. Perarakan Keluar
Setelah pengutusan, imam mencium altar sebagai tanda penghormatan kepada Kristus. Kemudian imam beserta petugas liturgy lainnya meninggalkan altar dengan diiringi lagu penutup.

Beberapa Kanon dari Kitab Hukum Kanonik
Tentang Perayaan Ekaristi

Kan. 897
Sakramen yang terluhur ialah Ekaristi mahakudus, di dalamnya Kristus Tuhan sendiri dihadirkan, dikurbankan dan disantap, dan melaluinya Gereja selalu hidup dan berkembang. Kurban Ekaristi, kenangan wafat dan kebangkitan Tuhan, dimana Kurban salib diabadikan sepanjang masa, adalah puncak seluruh ibadat dan kehidupan kristiani dan sumber yang menandakan serta menghasilkan kesatuan umat Allah dan menyempurnakan pembangunan tubuh Kristus. Sedangkan sakramen-sakramen lain dan semua karya kerasulan gerejawi melekat erat dengan Ekaristi mahakudus dan diarahkan kepadanya.
Kan. 898
Umat beriman kristiani hendaknya menaruh hormat yang sebesar-besamya terhadap Ekaristi mahakudus, dengan mengambil bagian aktif dalam perayaan Kurban mahaluhur itu, menerima sakramen itu dengan penuh bakti dan kerap kali, serta menyembah-sujud setinggi-tingginya; para gembala jiwa-jiwa dalam menjelaskan ajaran mengenai sakramen itu hendaknya tekun mengajarkan kewajiban itu kepada umat beriman.
Kan. 899 § 1
Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri dan Gereja; di dalamnya Kristus Tuhan, melalui pelayanan imam, mempersembahkan diri-Nya kepada Allah Bapa dengan kehadiran-Nya secara substansial dalam rupa roti dan anggur, serta memberikan diri- Nya sebagai santapan rohani kepada umat beriman yang menggabungkan diri dalam persembahan-Nya.
Kan. 899 § 2
Dalam Perjamuan Ekaristi umat Allah dihimpun menjadi satu, dibawah pimpinan Uskup atau pimpinan imam dibawah otoritasnya, yang bertindak selaku pribadi Kristus (personam Christi gerere), serta semua umat beriman lain yang menghadirinya, entah klerus entah awam bersama-sama mengambil bagian, masing-masing menurut caranya sendiri sesuai keberagaman tahbisan dan tugas-tugas liturgis.
Kan. 899 § 3
Perayaan Ekaristi hendaknya diatur sedemikian sehingga semua yang mengambil bagian memetik hasil yang berlimpah dari situ; untuk memperoleh itulah Kristus Tuhan mengadakan Kurban Ekaristi.
Kan. 900 § 1
Pelayan, yang selaku pribadi Kristus (in persona Christi) dapat melaksanakan sakramen Ekaristi, hanyalah imam yang ditahbiskan secara sah.
Kan. 900 § 2
Secara licit merayakan Ekaristi imam yang tak terhalang oleh hukum kanonik, dengan tetap mengindahkan ketentuan kanon-kanon berikut.
Kan. 901
Imam berhak penuh mengaplikasikan Misa bagi siapapun, baik yang masih hidup maupun yang meninggal.
Kan. 912
Setiap orang yang telah dibaptis dan tidak dilarang oleh hukum, dapat dan harus diizinkan untuk menerima komuni suci.
Kan. 913 § 1
Agar Ekaristi mahakudus dapat diterimakan kepada anak-anak, dituntut bahwa mereka memiliki pemahaman cukup dan telah dipersiapkan dengan seksama,sehingga dapat memahami misteri Kristus sesuai dengan daya-tangkap mereka dan mampu menyambut Tubuh Tuhan dengan iman dan khidmat.
Kan. 913 § 2
Tetapi anak-anak yang berada dalam bahaya maut dapat diberi Ekaristi mahakudus, bila mereka dapat membedakan Tubuh Kristus dari makanan biasa serta menyambut komuni dengan hormat.
Kan. 914
Terutama menjadi tugas orangtua serta mereka yang menggantikan kedudukan orangtua dan juga pastor paroki untuk mengusahakan agar anak-anak yang telah dapat menggunakan akalbudi dipersiapkan dengan semestinya dan, sesudah didahului penerimaan sakramen tobat, sesegera mungkin diberi santapan ilahi itu; juga menjadi tugas pastor paroki untuk mengawasi, jangan sampai anak- anak yang tidak dapat menggunakan akalbudi atau yang ia nilai tidak cukup dipersiapkan, maju untuk menerima komuni suci.
Kan. 915
Jangan diizinkan menerima komuni suci mereka yang terkena ekskomunikasi dan interdik, sesudah hukuman itu dijatuhkan atau dinyatakan, serta orang lain yang berkeras hati membandel dalam dosa berat yang nyata.
Kan. 916
Yang sadar berdosa berat, tanpa terlebih dahulu menerima sakramen pengakuan, jangan merayakan Misa atau menerima Tubuh Tuhan, kecuali ada alasan berat serta tiada kesempatan mengaku; dalam hal demikian hendaknya ia ingat bahwa ia wajib membuat tobat sempurna, yang mengandung niat untuk mengaku sesegera mungkin.
Kan. 917
Yang telah menyambut Ekaristi mahakudus, dapat menerimanya lagi hari itu hanya dalam perayaan Ekaristi yang ia ikuti, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 921, § 2.
Kan. 918
Sangat dianjurkan agar umat beriman menerima komuni suci dalam perayaan Ekaristi itu sendiri; akan tetapi mereka yang meminta atas alasan yang wajar diluar Misa hendaknya dilayani, dengan mengindahkan ritus liturgi.
Kan. 919 § 1
Yang akan menerima Ekaristi mahakudus hendaknya berpantang dari segala macam makanan dan minuman selama waktu sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni, terkecuali air semata-mata dan obat-obatan.
Kan. 919 § 2
Imam, yang pada hari yang sama merayakan Ekaristi mahakudus dua atau tiga kali, dapat makan sesuatu sebelum perayaan yang kedua atau ketiga, meskipun tidak ada tenggang-waktu satu jam.
Kan. 919 § 3
Mereka yang lanjut usia dan menderita sakit, dan juga mereka yang merawat, dapat menerima Ekaristi mahakudus, meskipun dalam waktu satu jam sebelumnya telah makan sesuatu.
Kan. 921 § 1
Umat beriman kristiani yang berada dalam bahaya maut yang timbul dari sebab apapun, hendaknya diperkuat dengan komuni suci sebagai Viatikum.
Kan. 921 § 2
Meskipun pada hari yang sama telah menerima komuni suci, sangat dianjurkan agar mereka yang berada dalam bahaya maut menerima komuni lagi.
Kan. 921 § 3
Kalau bahaya maut itu berlangsung, maka dianjurkan agar komuni suci diterimakan berkali-kali pada hari-hari yang berbeda.
Kan. 932 § 1
Perayaan Ekaristi hendaknya dilakukan di tempat suci, kecuali dalam kasus khusus kebutuhan menuntut lain; dalam hal demikian perayaan haruslah di tempat yang pantas.
Kan. 932 § 2
Kurban Ekaristi haruslah dilaksanakan di atas altar yang sudah dikuduskan atau diberkati; di luar tempat suci dapat digunakan meja yang cocok, dengan harus selalu ditutup kain altar dan korporal.
Kan. 945 § 1
Sesuai kebiasaan Gereja yang teruji, imam yang merayakan Misa atau berkonselebrasi boleh menerima stips yang dipersembahkan, agar mengaplikasikan Misa untuk intensi tertentu.
Kan. 945 § 2
Sangat dianjurkan agar para imam merayakan Misa untuk intensi umat beriman kristiani, terutama yang miskin, juga tanpa menerima stips.
Kan. 946
Umat beriman kristiani, dengan menghaturkan stips agar Misa diaplikasikan bagi intensinya, membantu kesejahteraan Gereja dan dengan persembahan itu berpartisipasi dalam usaha Gereja mendukung para pelayan dan karyanya.
Kan. 947
Hendaknya dijauhkan sama sekali segala kesan perdagangan atau jual-beli stips Misa.
Kan. 948
Jika untuk masing-masing intensi telah dipersembah- kan dan diterima stips, meskipun kecil, maka Misa harus diaplikasikan masing-masing untuk intensi mereka.
Kan. 951 § 1
Imam yang pada hari yang sama merayakan beberapa Misa, dapat mengaplikasikan setiap Misa bagi intensi untuknya stips dipersembahkan, tetapi dengan ketentuan bahwa kecuali pada hari raya Natal, hanya satu stips Misa boleh menjadi miliknya, sedangkan yang lain diperuntukkan bagi tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh Ordinaris, dengan tetap diizinkan sekadar retribusi atas dasar ekstrinsik.
Kan. 951 § 2
Imam yang pada hari yang sama berkonselebrasi Misa kedua, tidak boleh menerima stips untuk itu atas dasar apapun.
Kan. 958 § 1
Pastor paroki dan juga rektor gereja atau tempat saleh lain dimana biasa diterima stips Misa, hendaknya mempunyai buku khusus, dimana dicatat dengan teliti jumlah Misa yang harus dirayakan, intensi, stips yang dipersembahkan, serta perayaan yang telah dilaksanakan.
Kan. 958 § 2
Ordinaris wajib setiap tahun memeriksa buku-buku itu, sendiri atau melalui orang lain.
Kan. 1205
Tempat-tempat suci ialah tempat yang dikhususkan untuk ibadat ilahi atau pemakaman kaum beriman yang dipersembah- kan atau diberkati sesuai dengan buku-buku liturgi yang ditetapkan.
Kan. 1239 § 1
Baik altar-tetap maupun yang dapat dipindahkan hanya boleh dipakai bagi ibadat ilahi saja, dan sama sekali tidak boleh dipakai untuk kegunaan profan apapun.
Kan. 1239 § 2
Di bawah altar tidak boleh dimakamkan jenazah; kalau ada jenazahnya, Misa tidak boleh dirayakan di atas altar itu.

CATATAN
Kitab Hukum Kanonik tahun 1983, menggunakan kata STIPS untuk menggantikan STIPENDIUM, yang lebih berarti gaji daripada persembahan. Stips ini berupa uang yang diserahkan orang beriman kepada imam atau kepada yayasan amal dengan permohonan supaya imam/yayasan amal tersebut merayakan Ekaristi untuk ujub si pemberi stips. Uang itu bukan harga perayaan Ekaristi, melainkan derma untuk keperluan sehari-hari si imam. Sebagai persembahan, stips tidak menentukan pelaksanaan atau pemenuhan intensi, artinya imam berkewajiban merayakan Ekaristi sekalipun tidak menerima uang.
(Ernest Maryanto, Kamus Liturgy Sederhana, Kanisius 2003 hal 206).


Stipendium dan Iura Stolae
Oleh: D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr
Sekretaris Eksekutif Komisi Seminari KWI/Pengurus GOTAUS/Staf BKBLII

Pengantar
Tema bulan Liturgi Nasional 2007 adalah Liturgi dan Ekonomi.
Sebuah tema yang menarik dan menantang untuk didiskusikan. Apa hubungannya Liturgi sebagai perayaan umat beriman kepada Allah dengan urusan uang, harta benda singkatnya ekonomi yang lebih menyangkut urusan keduniawian? Salah satu kaitan antara liturgi dan ekonomi adalah persoalan stips (stipendium) dan iura stolae dalam perayaan misa.
Pertanyaan kadang muncul perihal stips dan iura stolae seperti, mengapa umat harus memberi stips atau iura stolae? Kemana uang yang diberikan umat ketika Imam merayakan ibadat ilahi dan diberi stips atau iura stolae? Mengapa umat harus memberi derma sebagai balas jasa kepada imam yang merayakan peribadatan ilahi? Apa hubungannya liturgi sebagai perayaan iman umat kepada Allah dengan uang (ekonomi) dalam hal ini stips dan iura stolae? Agar kita memiliki pemahaman yang benar tentang hal itu berikut penjelasannya dari sudut hukum gereja dan semoga bermanfaat.
Pengertian Stips dan Iura Stolae Istilah yang lazim digunakan dalam kodeks (KHK, 1983) yang dimaksudkan dengan stips (stipendium) adalah: sumbangan suka rela umat beriman dalam bentuk uang kepada seorang imam dengan permintaan agar dirayakan satu atau sejumlah Misa untuk ujud/intensi dari penderma. Stips merupakan balas jasa dari penghargaan suka rela bagi sang imam yang telah melayani suatu kebutuhan umat beriman. Tapi bukan kewajiban umat dan imam pun tidak berhak menuntut.
Sedangkan Iura stolae adalah: sumbangan umat beriman kepada seorang imam yang melaksanakan perayaan sakramen (misalnya: baptis, perkawinan) atau melakukan suatu pelayanan pastoral lainnya seperti pemberkatan rumah.
Namun karena sudah "salah kaprah" kedua pengertian tersebut disamakan saja, sehingga istilah tersebut juga lazim disebut stipendium.
Perlu diperjelas lagi bagi kita pemahaman tentang stipendium maupun iura stolae adalah berbeda dengan persembahan (oblationes) dan derma (alms. donation), kolekte (collection).
Persembahan (oblationes) adalah pemberiaan suka rela dari umat beriman kepada Allah dalam perayaan peribadatan ilahi dalam bentuk natura (roti, anggur, beras, makanan, dll.) maupun dalam bentuk uang.
Pemberian dalam bentuk uang yang dikumpulkan disebut kolekte. Maka kalau ada umat yang mengumpulkan sewaktu perayaan atau yang meletakkan uang dalam amplop di atas meja altar dengan tidak menyebut intensinya itu bukan iura stolae, atau stipendium melainkan kolekte persembahan yang harus dipakai untuk kepentingan Gereja atau paroki. Karena itu, imam tidak berhak mengambilnya untuk kepentingan pribadi.
Makna stips Misa Sejarah kebiasaan memberi stipendium pada perayaan Misa sudah lama dipraktekan dalam Gereja, bahkan usianya sejak kehidupan Gereja itu sendiri. Meskipun nama dan penafsirannya berubah-ubah selaras dengan perkembangan jaman, tetapi intinya tetap sama yakni bahwa stipendium Misa adalah persembahan dari umat sebagai ungkapan pemberian diri umat kepada Gereja.
Menelusuri makna stipendium, baik KHK tahun 1917 dan KHK tahun 1983 menggunakan kata yang sama meskipun konteksnya berbeda. Dalam kodeks KHK 1917, berbicara tentang stipendium diberi judul: de oblate ad Missae celebrationem stipe, sedangkan kodeks KHK 1983 dengan judul lebih singkat stipendium Missae. Kata stipendium dalam KHK 1917, berasal dari kata Latin stips (stipis) yang berarti derma, sedekah, gaji, dan dari kata pendare berarti membayar derma atau gaji. Berbeda dengan KHK 1983, kata stips digabungkan dengan kata kerja offere yang berarti menghaturkan, memberi, mempersembahkan. Paduan kata stips dan offere berarti memberi derma. Dengan demikian makna kata stipendium dalam kodeks 1983 mempunyai arti baru lebih bernuansa rohani/spiritual bila dibandingkan dengan kodeks yang lama.
Aturan kodeks tentang stipendium dan iura stolae Kitab Hukum Kanonik menegaskan perihal stipendium sebagai suatu kebiasaan/tradisi yang teruji dan merayakan misa sesuai dengan intensi/maksud tertentu dari penderma.
Kanon 945, § 1:     "Sesuai dengan kebiasaan Gereja yang teruji, imam yang merayakan Misa atau berkonselebrasi boleh menerima stips yang dipersembahkan agar mengaplikasikan Misa untuk intensi tertentu". Jelas disini nampak unsur kewajiban dari imam untuk merayakan misa sesuai dengan intensinya. Imam tidak boleh tidak merayakan misa tanpa intensi yang dituntun sesuai dengan maksud dari penderma. Namun demikian imam janganlah memiliki semangat untuk mencari stipendium sampai melupakan tugas pelayanan kepada umat. Demikian juga imam hendaknya melayani semua orang dalam merayakan ekaristi meskipun tanpa stips (stipendium). Hal itu ditegaskan dalam kanon 945, § 2
Kanon 945, § 2:    "Sangat dianjurkan agar para imam merayakan misa untuk intensi umat beriman kristiani, terutama yang miskin, juga tanpa menerima stips". Kerap kita mendengar keluhan umat bahwa ada imam yang tidak rela melayani umat tertentu karena secara ekonomis kelihatan tidak mampu memberi stipendium. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat hidup seorang imam yang dipanggil oleh Tuhan menjadi imam untuk melayani umat-Nya. Kitab hukum kanonik juga menyatakan larangan imam menuntut umatnya dalam hal stipendium dalam pelayanan kepada umat secara tegas dinyatakan dalam kanon 848
Kanon 848 : "Pelayan sakramen tidak boleh menuntut apa-apa bagi pelayanannya selain persembahan (oblationes) yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, tetapi selalu harus dijaga agar orang yang miskin jangan sampai tidak mendapat bantuan sakramen-sakramen karena kemiskinannya". Tujuan orang memberi derma dalam bentuk stipendium adalah bagi kesejahteraan Gereja dan penghidupan para pelayannya. Selain itu, umat diajak untuk bertanggungjawab secara ekonomis atas perkembangan hidup Gereja dan para pelayanannya.
Kanon 946 : menyatakan: "Umat beriman kristiani, dengan menghaturkan stips agar misa diaplikasikan bagi intensinya, membantu kesejahteraan Gereja dan dengan persembahan itu berpartisipasi dalam usaha Gereja mendukung para pelayan dan karyanya".
Norma-norma dasar
1. Menjauhkan segala bentuk perdagangan stipendium misa Tidak jarang penerimaan stips atau iura stolae disalahgunakan oleh imam untuk diperdagangkan. Maka kodeks melarang tindakan imam yang dengan sengaja melakukan perdagangan Misa untuk mencari stips. Dengan kata lain imam itu kemana-mana merayakan Misa untuk mendapatkan uang. Pelarangan tersebut didasarkan pada kanon 947 menegaskan: "Hendaknya dijauhkan sama sekali segala kesan perdagangan atau jual beli stips Misa". Dengan pernyataan itu kodeks mau menegaskan bahwa umat beriman agar tetap menaruh hormat pada ekaristi sebagai tindakan ilahi dan memandangnya sebagai hadiah cuma-cuma dari Allah. Apa yang diberikan secara cuma-cuma hendaknya dikembalikan dengan cuma-cuma. Dengan demikian derma atau stips misa harus dianggap sebagai persembahan bebas dari umat beriman. Perdagangan stipendium misa bisa diartikan dalam berbagai tindakan seperti:
a. merayakan misa kalau ada stipendium,
b. menghimpun sekian banyak stipendium dalam satu misa,
c. menugaskan imam lain mengaplikasikan misa bagi stipendium di bawah standar tertentu, d. menolak permintaan orang miskin yang tidak bisa memberikan stipendium. Sehubungan dengan permohonan misa tanpa stipendium oleh orang miskin, imam hendaknya memperhatikan isi kodeks kanon 945, § 2 yang menetapkan: "Sangat dianjurkan agar para imam merayakan misa untuk intensi umat beriman kristiani terutama orang miskin, juga tanpa stips".
2. Jumlah misa dan stipendium Untuk memahami norma tentang jumlah misa dan stipendium maka kita merujuk pada kanon 948 yang menyatakan: "Jika untuk masing-masing intensi telah dipersembahkan dan diterima stips, meksipun kecil, maka misa harus diaplikasikan masing-masing untuk intensi mereka". Kanon ini merupakan prinsip dasar bahwa jumlah misa yang dipersembahkan harus selaras dengan jumlah stipendium yang diterima. Norma kanon tersebut tidak mengijinkan akumulasi banyak persembahan dan melarang setiap imam menitipkan satu intensi lain. Sebagai contoh: penderma memberikan uang Rp. 100.000,- untuk 10 kali misa maka misa dengan ujud itu harus dipersembahkan sesuai dengan permintaan yakni misa sebanyak 10 kali. Setiap hari minggu imam (Pastor Paroki) wajib mempersebahkan misa pro popolo (misa untuk umat di Paroki). Pada saat itu tanpa alasan yang jelas imam tersebut tidak boleh mengaplikasikan intensi misa yang kedua dan ketiga.
3. Kewajiban mengaplikasikan misa Kan 949, KHK 1983 menyatakan bahwa : "Yang terbebani kewajiban merayakan misa dan menghaplikasikannya bagi intensi mereka yang telah memberikan stips tetap terikat kewajiban itu meskipun tanpa kesalahannya stips yang di terima itu hilang". Kanon ini menggarsibawahi kewajiban seorang imam merayakan misa kalau dia belum mengaplikasikan misa bagi stipendium yang telah diterima. Jika stipendium itu hilang karena kecurian atau kebakaran maka imam tetap terikat kewajiban mengaplikasikan Misa. Sedangkan imam yang berada dalam kesulitan fisik dan moril memenuhi kewajiban tersebut, hendaknya mengirrimkan seluruh stipendium kepada rekan imam lain untuk merayakan misa, atau kepada Ordinaris setempat yang bisa mengaplikasikan bagi ujud tersebut. Seorang imam yang telah menerima pesan misa tidak diperkenankan mengembalikan uang stips kepada pendermanya. Dia harus mengaplikasikan misa bagi ujud dari penderma itu.
4. Penentuan jumlah misa Kodeks menetapkan tentang penentuan jumlah misa dalam kanon 950: "Jika sejumlah uang dipersembahkan untuk aplikasi misa tanpa disebut jumlah misa yang harus dirayakan, jumlah ini diperhitungkan menurut ketentuan hal stips di tempat, dimana pemberi persembahan bertempat tinggal, kecuali maksudnya harus diandaikan lain secara legitim". Sebagai prinsip dasar jumlah misa yang dirayakan mengikuti ketentuan stipendium dari keuskupan setempat dimana imam berkarya (misalnya Keuskupan Denpasar menetapkan 1 kali misa stips sebesar Rp. 20.000,-).
5. Stipendium yang dapat menjadi milik imam Larangan untuk mengambil stips misa lebih dari satu setiap hari adalah suatu disiplin tua yang bertujuan mencegah setiap bentuk kerakusan klerikal. Tentang hal itu kodeks menentukan norma sebagai berikut: Kanon 951 § 1: "Imam yang pada hari yang sama merayakan beberapa misa, dapat mengaplikasikan setiap misa bagi intensi untuk stips dipersembahkan, tetapi dengan ketentuan bahwa kecuali pada hari raya Natal, hanya satu stips. Misa boleh menjadi miliknya sedang yang lain diperuntukkan bagi tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh Ordinaris, dengan tetap dizinkan sekadar retribusi atas dasar ekstrinsik. § 2: Imam yang pada hari yang sama berkonselebrasi misa kedua, tidak boleh menerima stips untuk itu atas dasar apapun". Dari pernyataan di atas kan 951, § 1, menunjukkan bahwa: 1. seorang imam karena tuntutan pastoral dalam sehari dapat merayakan lebih dari satu misa untuk intensi/ujud yang berbeda, namun hanya satu stips yang boleh menjadi miliknya. Sedangkan yang lainnya harus dengan jujur diserahkan untuk kepentingan gereja lainnya misalnya kepentingan seminari, karya karitatif, DHT dll. 2. jika pada hari raya Natal seorang imam merayakan tiga misa dengan tiga ujud yang berbeda maka ketiga stips tersebut menjadi miliknya. Sedangkan pada kan 951, § 2 : melarang imam menerima stips kalau pada hari yang sama dia ikut konselebrasi misa kedua. Pernyataan ini mengandung dua konsekuensi:
1.   Seorang imam dizinkan menerima stips kalau misa konselebrasi itu adalah satu-satunya misa yang dirayakan pada hari itu. Ia tidak berhak menerima stips kalau ia ikut konselebrasi lagi pada misa berikutnya.
2. Kalau pada misa konselebrasi seorang imam menjadi konselebran utama dan kemudian pada hari yang sama dia merayakan satu kali misa lagi, maka imam tersebut boleh menerima stips untuk setiap misa kendati cuma satu stips untuk dirinya dan yang lain dipergunakan untuk maksud yang ditetapkan oleh Ordinaris. Contoh: Imam A pada hari yang sama mengaplikasikan dua/tiga misa untuk ujud yang berbeda. Maka imam A hanya berhak mendapat satu stips, sedangkan yang lainnya diperuntukkan bagi kepentingan paroki atau seturut petunjuk Ordinaris setempat.
Norma-norma yang melengkapi
1.   Siapa yang berwenang menentukan jumlah stips? Kanon 952, § 1: Konsili provinsi atau pertemuan para uskup se-provinsi berwenang menentukan lewat dekret bagi seluruh provinsi, besarnya stips yang harus dipersembahkan untuk perayaan dan aplikasi misa dan imam tidak boleh menuntut jumlah yang lebih besar; tetapi ia boleh menerima stips lebih besar yang dipersembahkan secara sukarela dari pada yang ditetapkan untuk aplikasi misa, juga stips yang lebih kecil. § 2: Jika tidak ada dekret semacam itu, hendaknya ditaati kebiasaan yang berlaku di keuskupan. § 3: Jika anggota-anggota tarekat religius manapun harus taat pada dekret tersebut atau kebiasaan setempat yang disebut dalam § 1 dan § 2.
Apa maksud dari kanon ini? Kanon 952 menetapkan tiga hal berikut ini:
1.   Otoritas yang berkompeten menentukan jumlah stips misa adalah para uskup dalam satu provinsi gerejawi. Mereka menetapkan hal itu dalam pertemuan para uskup (konsili provinsi atau pertemuan pastoral). Hasil pertemuan itu dikeluarkan dalam bentuk dekret yang bersifat bagi semua keuskupan dan provinsi tersebut,
2. Apabila penetapan bersama itu tidak ada, maka Uskup diosesan berwenang membuat ketetapan sendiri yang hanya mengikat warga keuskupannya dan para imam hendaknya mentaati ketetapan itu,
3. Para imam tidak diperkenankan meminta jumlah stips yang lebih besar dari ketetapan umum dan menolak menerima stips yang jumlahnya kecil. Namun mereka tidak dilarang menerima stips yang jumlahnya lebih besar yang diberikan secara spontan dan sukarela. Dalam situasi pastoral tertentu dan luar biasa, pastor paroki bisa menetapkan jumlah stips yang lebih besar, tetapi sangat jarang karena harus dikonsultasikan dengan Uskup dan umat terkait.
2. Tidak mampu menyelesaikan kewajiban misa dan norma mengalihkannya kepada orang lain Perihal ketidakmampuan seorang imam menyelesaikan sejumlah intensi misa yang harus dirayakan dalam setahun, kodeks memberikan rambu-rambu normatif sebagaimana tertulis dalam kanon 953: "Tak seorang pun boleh menerima sekian banyak stips Misa untuk diaplikasikan sendiri, yang tidak dapat ia selesaikan dalam satu tahun". Demikian juga kodeks memberikan norma pelengkap dalam hal mengalihakan kewajibannya kepada imam lain. Jalan keluar bagi imam yang tidak mampu memenuhi kewajibannya maka ada dua kemungkinan yang dapat ditempuh. Pertama, dia tidak boleh menerima stips baru sampai beban misa setahun belum terpenuhi. Kedua, imam bersangkutan boleh mentransfer seluruh stips kepada imam lain yang dikenal dan dipercaya (bdk. Kan. 955, § 1: "Yang bermaksud menyerahkannya kepada orang lain perayaan misa yang harus diaplikasikan, hendaknya segera menyerahkannya kepada imam-imam yang dapat diterimanya, asal ia merasa pasti bahwa mereka itu dapat dipercaya; seluruh stips yang telah diterima harus diserahkan, kecuali nyata dengan pasti bahwa kelebihan diatas jumlah uang yang ditetapkan dalam keuskupan itu diberikan atas dasar pribadinya; ia juga wajib mengusahakan perayaan misa-misa itu sampai ia menerima kesaksian mengenai kesanggupan serta stips yang sudah diterima"). Kalau imam tersebut berhalangan maka beban misa harus diserahkan kepada Ordinaris (bdk. Kan. 956).
3. Tempat dan waktu perayaan Kanon 954, memberi norma pelengkap tentang tempat dan waktu perayaan. Prinsip dasarnya adalah setiap imam harus menghormati keinginan penderma. Jika penderma tidak menentukan tempat perayaan maka imam yang menerima stips bisa mengaplikasikan misa di Gereja atau tempat ibadat yang disukainya.
4. Waktu perayaan Perihal waktu mengaplikasikan misa, menurut kanon 955, § 2 harus dihitung dari hari menerima stips. Jadi misa harus dipersembahkan dihitung sejak hari imam menerima kesanggupan akan mempersembahkannya. Menurut kanon 202, § 1 yang dimaksud dengan hari dimengerti sebagai jangka waktu yang terdiri dari duapuluh empat jam dihitung terus menerus mulai dari tengah malam kecuali dengan jelas ditentukan lain. Penutup Uang sangat dibutuhkan oleh kita semua termasuk Gereja, karena dengan memiliki uang kegiatan dapat berjalan dan sarana pendukung dapat terbangun bagi kelancaran karya pastoral. Tapi uang juga dapat menimbulkan konflik, jika tidak diatur dengan baik. Maka hal pengaturan uang menyangkut stips (stipendium) dan iura stolae dalam hubungannya dengan liturgi, telah diatur dalam kitab hukum kanonik 1983, dengan tujuan tidak terjadi penyalahgunaan dan demi kebaikan publik. Untuk itu wajib bagi seorang imam jika menerima sejumlah stips dari penderma: membuat catatan pribadi, hendaknya di setiap paroki tersedia buku stipendium paroki dan pihak otoritas yang berwenang (Ordinaris) mengawasi beban misa yang telah dilaksanakan (bdk. Kan. 958, § 2) dengan memeriksa buku tersebut. Semoga tulisan sederhana ini memperluas wawasan dan pengetahuan kita tentang stips dan iura stoale dalam kaitannya dengan liturgi ekaristi (misa).


Sumber bacaan:
1.   Seri Kuria keuskupan Denpasar, Apakah pastor tukang nagih stipendium misa? No. 13/Nop. 2005.
2.   CODEX IURUS CANONICI, Pii V Pontificis Maximi iussu digestus, Benedicti Papae XV Actoritate Pomulgatus, Romae, Typis Polyglottis Vaticanis, 1917, AAS, 9 (1917-II), 5-5521.
3.   CODEX IURUS CANONICI, Auctoritate Ioannis Pauli PP. II promulgatus, AAS, 75 (1983-II), 1-318.
4.   Nuovo Dizionario di Diritto Canonico, a Cura di Carlos Salvador, Velasio De Paolis, Gianfranco Ghirlanda, Edizione San Paolo, Torino 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar