Memahami kembali susunan Perayaan Ekaristi
Rekoleksi Petugas Liturgi
di Griya Samadhi Vincentius - Prigen
6 – 7 Desember 2010
Materi Oleh Romo Kurdo
Paroki Sancta Maria Annuntiata – Sidoarjo
I.
RITUS PEMBUKA
Makna dasar dari ritus
pembuka dalam Perayaan Ekaristi adalah kehadiran Tuhan di tengah umat beriman
yang sedang berdoa (Mat 18:20).
Tujuannya adalah
mempersatukan dan mempersiapkan umat untuk mendengarkan Sabda Allah dan
merayakan Ekaristi dengan layak. Kekhasan bagian ini adalah sebagai pembuka,
pengantar dan persiapan.
Ritus Pembuka Perayaan Ekaristi
ini terdiri dari :
- Perarakan masuk
Setelah
umat berkumpul, imam bersama misdinar, asisten imam dan petugas lainnya berarak
masuk menuju altar.
Umat
yang berkumpul memiliki makna yang dalam, bukan hanya sekedar berada bersama
dalam satu ruangan, namun mewujudkan apa yang disabdakan Tuhan sendiri : “Sebab
dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, disitu Aku ada di
tengah-tengah mereka” (Mat 18:20)
Perarakan ini disambut oleh umat dengan berdiri sambil
menyanyikan lagu pembuka. Berdiri
menunjukkan perhatian kita kepada Sabda Tuhan serta kesiapan kita untuk
mengamalkannya.
- Nyanyian pembuka
Nyanyian pembuka bertujuan untuk membuka Perayaan
Ekaristi, membina kesatuan umat, mengantar masuk dalam misteri iman dan
mengiringi perarakan masuk. Perarakan
Imam menjadi tanda kehadiran Tuhan di tengah umat.
- Penghormatan Altar (dan Pendupaan)
Sesampainya di depan panti imam, perarakan imam dan
petugas liturgy menghormat ke altar dan berlutut. Altar dihormati karena
melambangkan Tuhan Yesus sendiri. Tuhan yang telah wafat dan bangkit akan hadir
di atas altar dan dari meja ini, Dia memberikan diriNya bagi umat beriman dalam
rupa makanan dan minuman Ekaristis. Secara khusus imam menghormati altar dengan
mencium altar, yang merupakan pemberian salam dan penghormatan kepada Kristus
Sang Imam Agung dan Sang Tuan Rumah Perayaan Ekaristi.
Tindakan imam mencium altar ini bukan hanya bersifat
pribadi melainkan mewakili seluruh umat yang hadir. Maka, umat hendaknya
menggabungkan diri dalam penghormatan kepada Kristus itu secara batin (dalam
hati).
Pada kesempatan perayaan Ekaristi hari-hari besar,
dilakukan juga pendupaan yang mengungkapkan hormat dan doa : “Biarlah doaku
adalah bagiMu seperti persembahan ukupan” (Mzm 141:2). Pendupaan diayunkan 3x
untuk menghormati : Sakramen Mahakudus, salib Tuhan, Injil, lilin Paskah, imam
dan umat. Dan diayunkan 2x untuk patung para kudus.
- Tanda Salib
Setelah penghormatan altar, imam dan para petugas
liturgy menuju tempatnya masing-masing. Imam berdiri dan memulai dengan membuat
Tanda Salib. Dimana Tanda Salib ini menyatakan dua pengakuan :
1.
Mengungkapkan tanda keselamatan warga
Gereja, yaitu Salib Kristus.
2.
Tanda Salib dengan penyebutan Allah
Tritunggal menunjukkan initi iman kita sebagaimana diakui saat pembaptisan.
Melalui pembaptisan kita dipersatukan dalam persekutuan Allah tritunggal sesuai
dengan Sabda Yesus sendiri : “Jadikanlah
semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh
Kudus” (Mat 28:19). Dengan demikian tanda Salib secara liturgis
menghubungkan kita dengan sakramen Baptis. Dengan malakukan Tanda Salib, umat
menyatakan bahwa dirinya telah menjadi milik Kristus dan kristus akan
melindunginya.
- Salam
Sesudah
membuat Tanda Salib, imam memberi salam : “Tuhan sertamu”, umat menjawab : “
Dan sertamu juga” atau “Tuhan bersamamu”, umat menjawab : “Dan bersama rohmu”.
Salam imam kepada umat bukan sekedar sopan santun sosial, namun suatu pewartaan
karya keselamatan Allah. Jawaban dari umat bukan sekedar menanggapi salam,
namun tanggapan kepada pelayan Perayaan Ekaristi yang adalah “hamba kristus
yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah” (1 Kor 4:1).
Dengan
demikian salam imam dalam pperayaan Ekaristi (atau liturgy lainnya)
mengungkapkan Tuhan yang hadir ditengah umat dan melaksanakan karya
penyelamatan.
- Pengantar
Imam menyampaikan penjelasan singkat mengenai tema
atau isi misteri iman yang dirayakan dalam Perayaan Ekaristi saat itu.
- Tobat
Setelah
pengantar, umat sebagai Gereja (persekutuan umat beriman) diajak hening untuk
meneliti hidup dan menyesali segala dosa dan kesalahan kepada Tuhan dan sesama.
Tobat yang sejati mengalir dari tanggapan kita atas kasih dan kebaikan Allah
yang terlebih dahulu kita alami : meski kita berdosa, namun Allah berkenan
tinggal di antara kita dan kita diterima bersatu denganNya.
Ada
beberapa bentuk atau cara tobat, yang kemudian diakhiri dengan absolusi,
pengampunan : “Semoga Allah yang Mahakuasa mengasihani kita, mengampuni dosa
kita dan menghantar kita ke hidup yang kekal”.
Absolusi
atau pengampunan ini tidak memiliki kuasa pengampunan seperti dalam Sakramen
Tobat. Dengan demikian, pengakuan dan absolusi dalam Perayaan Ekaristi tidak menggantikan
pengakuan dan absolusi dalam Sakramen Tobat. Karena pengakuan dan absolusi
dalam Perayaan Ekaristi lebih menekankan sebagai komunitas.
- Kyrie (Tuhan kasihanilah kami)
Istilah
Kyrie diambil dari kata-kata Yunani yaitu Kyrie elleison : Tuhan kasihanilah.
Seruan Tuhan (Kyrie) pertama-tama adalah seruan yang menyampaikan penghormatan
kepada Yesus yang kita imani sebagai Tuhan. Kata kasihanilah (eleison)
merupakan seruan untuk memohon belas kasih ilahi seperti yang disampaikan oleh
ke dua orang buta (Mat 9:27 dan Mat 20:30) atau Bartimeus (Mrk 10:47), atau
perempuam Kanaan (Mat 15:22).
- Gloria
Madah
Gloria atau kemuliaan berisi madah yang memuji dan memuliakan Allah Bapa dan
Yesus Kristus PuteraNya bersama Roh Kudus. Madah ini lahir dari pengalaman
belas kasih pengampunan dari Allah. Setelah menerima pengampunan dari Allah,
kita sebagai Gereja yang telah dikuduskan, menyerukan kemuliaan bagi Allah.
Bagian
pertama, seruan pujian dan kemuliaan ditujukan kepada Allah Bapa di surga.
Rumusan yang digunakan mengutip nyanyian pujian para malaikat di surga :
“Kemuliaan bagi Allah ditempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di
antara manusia yang berkenan kepadanya” (Luk 2:14).
Bagian
kedua, pujian dan seruan kepada Yesus Kristus, Putera yang tunggal. Akhirnya
madah ditutup dengan penyebutan Roh Kudus. Pujian kepada Bapa dan Putera
bagaimanapun juga hanya selalu berlangsung dalam Roh Kudus. Dalam madah
kemuliaan, dinyatakan pengakuan iman akan Allah Tritunggal.
- Doa pembuka
Doa
pembuka merupakan penutup bagia pembukaan dalam Perayaan Ekaristi. Doa pembuka
adalah kata lain dari oratio collecta (atau doa kolekta) : bahwa doa ini
merupakan kumpulan atau ringkasan ujud-ujud doa dari umat beriman. Oleh karena
itu, seharusnya ada waktu hening untuk menyadari kehadiran Tuhan dan sekaligus
menjadi kesempatan untuk umat mengungkapkan dalam hati ujud-ujud pribadi. Dalam
saat hening itulah seluruh umat berpartisipasi dalam doa pembuka, umat
menyetujui dan menjadikan doa yang disampaikan imam sebagai doa mereka sendiri.
II.
LITURGI SABDA
- Makna Liturgy Sabda
adalah kehadiran Tuhan dan karya penebusanNya bagi
Gereja melalui sabdaNya.
Oleh karena itu Liturgy Sabda terdiri dari : pewartaan
Sabda Allah dan tanggapan umat atas Sabda Allah itu. Dengan demikian dalam
Liturgy Sabda terjadi dialog perjumpaan antara Allah yang bersabda dan umat
yang menanggapi sabdaNya. Pewartaan Sabda Allah dilakukan dalam pembacaan Kitab
Suci dan Homili yang memperdalam Sabda itu. Tanggapan umat terungkap melalui
Mazmur Tanggapan dan Bait Pengantar Injil, Syahadat dan Doa Umat.
- Bacaan Pertama.
Dalam Perayaan Ekaristi Minggu atau Hari Raya ada 3
bacaan : Bacaan I, Bacaan II dan Injil. Sedangkan dalam Perayaan Ekaristi
Harian hanya ada 2 bacaan : Bacaan I dan Injil.
Bacaan I dalam Perayaan Ekaristi hari Minggu dan Hari
Raya diambil dari Perjanjian Lama, yang secara tematis memiliki hubungan dengan
Bacaan Injil. Dengan demikian, nampak jelas ada kesinambungan antara sejarah
keselamatan dari Perjanjian Lama dengan kepenuhan keselamatan dalam Yesus
Kristus yang diwartakan dalam Injil. Bacaan I diakhiri dengan “Demikianlah
Sabda Tuhan”, kata-kata ini menyatakan secara tegas bahwa yang dibacakan
tersebut adalah Sabda Allah sendiri : Allah yang hadir dan bersabda kepada
umatNya. Umat menjawab “Syukur kepada Allah”. Bacaan I dan II tidak boleh
dibacakan oleh imam yang memimpin Perayaan Ekaristi atau Selebran Utama, karena
imam yang memimpin Perayaan Ekaristi bukan hanya pewarta Sabda namun juga
pendengar Sabda.
- Mazmur Tanggapan
Mazmur tanggapan mengungkapkan keterbukaan umat
menanggapai Sabda Allah yang diwartakan dalam bacaan pertama. Gereja bukanlah
umat pasif, yang acuh tak acuh terhadap Sabda Allah, yang diam saja setelah
mendengar Sabda Allah. Tanggapan umat dalam Mazmur, sekaligus juga sebuah
ajakan untuk meresapkan Sabda Allah.
- Bacaan Kedua
Biasanya dalam Perayaan Ekaristi hari Minggu dan Hari
Raya, bacaan diambil dari Perjanjian Baru (disebut : Epistola, dari bahasa
Latin : Epistula = surat). Pada hari Minggu Biasa, Bacaan II tidak ada hubungan
dengan Bacaan I dan Injil. Bacaan II mewartakan iman akan Yesus Kristus dalam
konteks pertumbuhan Gereja Perdana. Bacaan II, mempersiapkan umat kepada puncak
Liturgy Sabda, yaitu Injil.
- Bait Pengantar Injil
Beda dengan Mazmur tanggapan, bait pengantar Injil
mempersiapkan umat untuk mendengarkan Injil yang diwartakan. Umat mempersiapkan
diri untuk mendengarkan Yesus sendiri yang bersabda dan menghormati kedatangan
Yesus dengan berdiri. Selain pada masa prapaskah, bait pengantar Injil
menggunakan seruan Alleluya, yang artinya Terpujilah Yahwe (Tuhan). Seruan ini
khas Paskah, yaitu pujian atas kemenangan Yesus atas kematian (Wahyu 19:1-7).
- Injil
Bacaan Injil merupakan puncak Liturgy Sabda. Bacaan
Injil lebih mulia daripada bacaan-bacaan lainnya, karena Tuhan Yesus sendiri yang
hadir bersabda bagi GerejaNya. Bacaan Injil mengungkapkan kenyataan bahwa Yesus
sendiri selalu dan tetap hadir di tengah umatNya dan terus menerus mewartakan
Injil kepada segala mahkluk. Injil mewartakan bahwa Yesus tetap dan selalu
bersabda dan berkarya di tengah umatNya. Keiatimewaan Injil adalah bahwa hanya
boleh dibacakan oleh imam, sebagai pemimpin tertinggi Perayaan Ekaristi, atau
oleh diakon (diakon tertahbis). Dan juga, dalam perayaan besar, Injil didupai.
Sebelum Injil diwartakan, ada dialog antara pembaca Injil dan umat. “Tuhan
sertamu”, umat menjawab “Dan sertamu juga”. “Inilah Injil Yesus Kristus
menurut……. “ umat menjawab “Dimuliakanlah Tuhan”. Setelah itu ada pembuatan
Tanda Salib di dahi, mulut dan dada : SabdaMu ya Tuhan kami pikirkan dan
renungkan (tanda salib di dahi); kami wartakan (tanda salib di mulut); dan kami
resapkan/batinkan dalam hati (tanda salib di dada).
Pembaca Injil mengecup Injil setelah dibacakan sebagai
tanda penghormatan terhadap Sabda Yesus.
- Homili
Homili berasal dari bahasa Yunani “homilia” artinya
percakapan, komentar. Homili merupakan pewartaan Sabda Allah yang bersumber
dari bacaan Kitab Suci dan memberi penjelasan tentang bacaan Kitab Suci. Homili
merupakan bagian amat penting dalam Liturgy Sabda, karena mewartakan dan
mendalami misteri iman yang bersumber dari Kitab Suci yang dibacakan sesuai
dengan situasi umat. Melalui homili,
iman umat diperteguh dan memperoleh
kekuatan dari Sabda Allah sendiri. Dengan demikian, umat didorong untuk
berani menjadi utusan kabar gembira kepada semua orang, menjadi saksi
keselamatan di tengah kehidupan sehari-hari.
Homili dengan kotbah
Kotbah merupakan pewartaan Sabda Allah dan pewartaan
iman Kristiani yang bertolak dari pengalaman iman dan tidak selalu merupakan
penjelasan suatu teks Kitab Suci. Menurut sejarahnya, latar belakang kotbah
bukan dalam konteks liturgy tetapi gerakan misi : diadakan di luar Perayaan
Ekaristi dan diarahkan bagi suatu pertobatan (untuk mempertobatkan orang agar mengenal Kristus dan beriman kepadaNya).
- Syahadat atau Credo
Syahadat atau Credo merupakan tanggapan umat terhadap
Sabda Allah yang telah didengarkan melalui bacaan-bacaan dan homili. Syahadat
merupakan pernyataan iman seluruh umat.
- Doa Umat
Doa umat merupakan tanggapan terhadap Sabda Allah yang
sudah didengarkan. Umat menanggapinya dengan doa bersama secara resmi, bukan
hanya untuk diri sendiri dan kepentingan kelompok, melainkan untuk seluruh
Gereja semesta. Sebagai pemimpin perayaan Ekaristi, imam (selebran utama)
membuka dan menutup doa umat. Umumnya doa umat terdiri dari empat hal : doa
bagi Gereja, khususnya pemimpin Gereja, doa bagi pemimpin masyarakat dan
keselamatan dunia, doa bagi mereka yang sedang menderita dan doa bagi umat
setempat (paroki, stasi, lingkungan, dll).
III. LITURGY
EKARISTI
- Makna Liturgy Ekaristi
Adalah kehadiran Tuhan dan karya penebusanNya bagi
Gereja secara sakramental, yaitu dalam rupa roti dan anggur. Liturgy Ekaristi
menjadi puncak seluruh Perayaan Ekaristi. Namun kita tidak akan mencapai puncak
jika tidak melalui kaki gunung dan berjalan naik. Mengapa Liturgy Ekaristi
menjadi pusat dan puncak Perayaan Ekaristi ? Karena di dalam Liturgy Ekaristi
terdapat Doa Syukur Agung. Apa yang terjadi di dalam Liturgy Ekaristi
berpangkal pada perjamuan malam terakhir yang diadakan Yesus bersama para
muridNya. Dalam perjamuan itu Yesus bersabda : “Lakukanlah ini untuk
mengenangkan Daku” (Luk 22:19; 1 kor 11:24-25). Untuk mengenangkan
(menghadirkan kembali) Yesus yang telah melaksanakan karya penyelamatan Allah
melalui sengsara, wafat dan kebangkitaNya itulah gereja dengan setia merayakan
Ekaristi. Ada 4 teks Perjanjian Baru yang berbicara tentang pendirian Perayaan
Ekaristi antara lain Mrk 14:22-25; Mat 26:26-29; 1 Kor 11:23-26 dan Luk
22:15-20. Injil Yohanes tidak menyampaikan tentang pendirian Ekaristi oleh
Yesus, namun tetap menyampaikan kisah dan Sabda Yesus di sekitar perjamuan
malam terakhir. Menurut kesaksian dari Perjanjian Baru, perjamuan malam
terakhir diadakan Yesus sebagai perjamuan perpisahan sebelum sengsara dan
wafatNya.
- Persiapan Persembahan
Merupakan persiapan bahan-bahan persembahan : roti,
anggur, air dan bahan-bahan lain yang dibawa ke altar.
- Mempersiapkan altar
Altar merupakan tempat sentral dalam bangunan gedung
gereja dan panti imam. Altar merupakan meja perjamuan Tuhan : tempat untuk
menghadirkan kurban salib dengan menggunakan tanda-tanda sakramental. Sebagai
meja perjamuan Tuhan, altar dipersiapkan oleh imam, yakni mengatur segala
sesuatu yang diperlukan untuk Liturgy Ekaristi : piala, sibori, buku misa, dll.
- Perarakan Persembahan
Roti dan anggur serta bahan-bahan persembahan lainnya,
serta kolekte. Perlu disadari bersama bahwa kolekte merupakan kesempatan dan
kemungkinan bagi umat untuk berpartisipasi dalam bahan persembahan yang
disiapkan untuk perayaan kenangan kurban Kristus di altar. Memang yang akan
diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus hanyalah roti dan anggur. Namun seluruh
bahan persembahan lain, seperti uang dari kolekte, buah-buahan, bahan makanan,
lilin dan bahan-bahan lainnya memiliki makna rohani yang tinggi, terutama makna
sebagai ungkapan syukur dan merupakan tanggapan atas kebaikan Allah melalui
tanda persembahan uang atau barang keperluan Gereja dan orang miskin. Perlu
diketahui bahwa kolekte ini bukan dimaksudkan untuk membebani umat dan
memperkaya Gereja.
- Nyanyian Persiapan Persembahan
Nyanyian persembahan bertujuan untuk mengiringi
perarakan persembahan.
- Doa “Terpujilah Engkau” atas roti dan anggur
Doa ini terdiri atas dua bagian : untuk roti dan untuk
anggur. Makna doa yang diucapkan imam ini ditujukan kepada Allah pencipta yang
menganugerahkan segala sesuatu kepada kita. Roti dan anggur yang kita siapkan
kita akui sebagai anugerah Allah karena kemurahanNya. Dalam rumusan doa “hasil
bumi atau hasil pokok anggur dari usaha manusia” diungkapkan bahwa kita dengan
tulus ikut ambil bagian dalam persembahan sejati, yakni kurban Kristus sendiri.
- Percampuran air dan anggur
Setelah imam menghunjukkan roti dengan doa “Terpujilah
Engkau ……. “ kemudian imam menuangkan anggur ke dalam piala. Setelah itu imam
menuangkan sedikit air ke dalam piala yang berisi anggur sambil berkata :
“Sebagaimana dilambangkan oleh percampuran air dan anggur ini, semoga kami
boleh mengambil bagian dalam ke-Allah-an Kristus yang telah berkenan menjadi
manusia seperti kami”. Baru kemudian imam menghunjukkan piala dengan doa
“Terpujilah Engkau ……. “. Percampuran air dan anggur ini melambangkan air dan
darah yang mengalir dari lambung Kristus waktu di salib (Yoh 19:34), yang
merupakan kelahiran Gereja dan sakramen-sakramen. Air dan anggur juga
melambangkan keilahian dan kemanusiaan. Maka percampuran ini mengungkapkan
peristiwa Kristus yang menjadi manusia dan partisipasi kita, manusia dalam
keilahian Kristus. Percampuran ini juga melambangkan ketidakterpisahan antara
kita sebagai Gereja dengan Kristus sebagai kepala Gereja.
- Beberapa doa lainnya
Setelah menghunjukkan roti dan anggur imam kemudian
berdoa secara pribadi untuk memohon pembersihan dan kepantasan diri untuk
menyampaikan persembahan saat Doa Syukur Agung nanti. Imam tidak hanya berdoa
untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk seluruh umat beriman. Imam mendoakan
itu sambil membasuh tangan dengan air sebagai ungkapan penyucian (pengudusan)
agar layak mendoakan Doa Syukur Agung. Dalam Perayaan Ekaristi Hari Besar,
sebelum pembasuhan tangan dengan air, imam melakukan pendupaan atas bahan
persembahan. Pendupaan ini merupakan penghormatan, pemberkatan dan pengudusan.
Imam juga mendupai altar. Setelah itu, misdinar mendupai imam karena pelayanan
suci yang dilaksanakan : pelayan Kristus sendiri.
- Doa Persiapan Persembahan
Seluruh rangkaian persiapan persembahan ditutup dengan
doa persiapan persembahan : “Berdoalah saudara-saudari ……. “ Dan umat menjawab
: “Semoga persembahan ini diterima demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan kita
serta seluruh umat Allah yang Kudus”.
- Doa Syukur Agung
“Pusat dan puncak seluruh perayaan sekarang dimulai,
yakni Doa Syukur Agung, suatu doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak jemaat
untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan bersyukur. Dengan
demikian seluruh umat yang hadir diikutsertakan dalam doa ini. Ini disampaikan
oleh imam atas nama umat kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus, dengan
pengantaraan Yesus Kristus. Adapun maksud doa ini ialah agar seluruh umat
menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang Agung dan dalam
mempersembahkan kurban “ (Pedoman Umum Misale Romawi, art. 78).
- Prefasi
Setiap Doa Syukur Agung selalu disertai dengan prefasi
(dari kata Latin Praefatio, doa yang mengiringi suatu kurban), yang dibuka
dengan dialog pembuka. Dialog pembuka ini terdiri dari 3 bagian :
Pertama, dimulai dengan slam imam : “Tuhan sertamu”
dan umat menjawab : “Dan sertmu juga”. Slam ini menyatakan iman kita akan
kehadiran dan penyertaan Tuhan dalam hidup umatNya.
Kedua, selanjutnya imam mengajak umat untuk
mengarahkan hati kepada Tuhan : “Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan” dan
umat menjawab : “Sudah kami arahkan”. Ini merupakan ajakan imam kepada seluruh
umat untuk mengarahkan hati, akal budi hanya kepada Tuhan.
Ketiga, imam mengundang umat untuk bersyukur kepada
Allah dengan berseru : “Marilah bersyukur kepada Tuhan, Allah kita”. Imam
mengajak umat bersyukur kepada Allah atas karya keselamatan dari Allah. Umat
menjawab : “Sudah layak dan sepantasnya”. Ini jawaban persetujuan atas ajakan
imam. Sesudah dialog pembuka, imam menyampaikan bagia prefasi yang berisi
pewartaan atas karya agung Allah yang menyelamatkan umat manusia melalui Yesus
Kristus. Ada banyak prefasi, namun semua sama-sama mau mewartakan keagungan
kasih Allah yang menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus.
- Sanctus (Kudus)
Pada akhir prefasi, imam mengatakan : bersama para
malaikat dan orang kudus, kami memuliakan Dikau dengan tak henti-hentinya
bernyanyi/berseru. Kemudian umat bernyanyi/berseru : Kudus, Kudus, Kuduslah
Tuhan …… (Yes 6:5). Dari kata-kata ini sangat jelas dinyatakan bahwa liturgy
Gereja yang masih berziarah di dunia ini, tidak dapat dipisahkan dari liturgy
surgawi. Ada hubungan yang langsung antara Gereja yang masih hidup di dunia
dengan Gereja di surga.
- Seruan Doa Permohonan (Epiklese)
Imam menyerukan doa permohonan agar Roh Kudus
menyucikan persembahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus.
Berkenanlah Allah dalam Roh Kudus menyucikan persembahan ini menjadi Tubuh dan
Darah Yesus Kristus.
- Kisah dan kata-kata Konsekrasi
“Dalam bagian ini kata-kata dan tindakan Kristus
sendiri diulangi dan dengan demikian dilangsungkan kurban yang diadakan oleh
Kristus sendiri dalam malam perjamuan terakhir. Di situ Kristus mempersembahkan
Tubuh dan DarahNya dalam rupa roti dan anggur, dan memberikannya kepada para
rasul untuk dimakan dan diminum, lalu mengamanatkan kepada mereka supaya
merayakan misteri itu terus menerus” (Pedoman Umum Misale Romawi, art. 79).
Tindakan dan kata-kata Yesus yang diucapkan kembali oleh imam pada bagian ini
merupakan tindakan dan kata-kata Yesus atas roti dan anggur waktu Tuhan
mengadakan perjamuan makan terakhir dengan para rasulNya. Tindakan dan
kata-kata Yesus inilah yang mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah
Yesus.
- Anamnese
Yang berarti peringatan atau kenangan. Ini bukan
sekedar mengingat secara intelektual atau pikiran belaka. Namun menunjuk
tindakan yang menghadirkan Allah sendiri di tengah jemaat yang berdoa. Bukan
kita yang menghadirkan Allah, seolah-olah Allah mengikuti kemauan kita, namun
kita mengungkapkan iman akan Allah yang hadir dengan segala karya
penyelamatanNya melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Dengan mengenangkan
karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus yang terjadi secara
historis 2000 tahun lalu, umat beriman mengalami sendiri tindakan penyelamatan
Allah melalui Kristus tersebut terus berlangsung menuju kepenuhan pada akhir
jaman : masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
- Doa Perembahan atau Kurban
Doa kurban persembahan disampaikan langsung setelah
doa anamnese : “Sambil mengenangkan wafat dan kebangkitan Kristus, kami
mempersembahkan kepadaMu, ya Bapa, roti kehidupan dan piala keselamatan” (Doa
Syukur Agung ke II) atau “Sambil mengharapkan kedatanganNya kembali, dengan
penuh syukur kami mempersembahkan kepadaMu kurban yang hidup dan kudus ini.
Kami mohon, pandanglah persembahan GerejaMu ini dan indahkanlah kurban yang
telah mendamaikan kami dengan Dikau ini” (Doa Syukur Agung ke III). Pada bagian
ini Gereja melihat bahwa sambil mempersembahkan kurban sejati, yakni Kristus,
Gereja mempersembahkan dirinya juga dengan demikian diharapkan umatpun belajar
mempersembahkan diri pula kepada Allah melalui Kristus.
- Seruan Doa Permohonan (Epiklese) Komuni
Seruan doa permohonan komuni ini merupakan seruan doa
permohonan agar dengan menyambut Tubuh dan Darah Kristus, Roh Kudus
mempersatukan umat yang hadir dengan Kristus sendiri dan juga dengan seluruh
umat beriman dalam kesatuan satu Tubuh Kristus. “Kami mohon agar kami yang
menerima Tubuh dan Darah Kristus dihimpun menjadi satu umat oleh Roh Kudus”
(Doa Syukur Agung ke II). Permohonan ini juga mencakup untuk kepentingan
seluruh Gereja yang kudus. Pertama-tama disebut Sri Paus (menyatakan kesatuan
dengan seluruh umat di dunia), Uskup (kesatuan dengan Gereja lokal), para imam
dan diakon (kelompok yang ditahbiskan untuk membantu pelayanan Uskup bagi umat
beriman), dan siapa saja yang ikut ambil bagian dalam pelayanan untuk umat
beriman, serta seluruh umat. Selain mendoakan umat beriman yang masih hidup doa
permohonan juga memuat doa untuk kaum beriman yang sudah meninggal. Juga
dikenangkan para kudus yang selalu memiliki kesatuan erat dengan Gereja yang
kudus yang masih berziarah di dunia.
- Doxologi Penutup
Doxologi berasal dari bahasa Yunani, Doxa artinya
kemuliaan. Imam mengucapkan atau menyanyikan : “Dengan pengantaraan Kristus,
bersama Dia dan dalam Dia, bagiMu, Allah Bapa yang mahakuasa, dalam persekutuan
dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan, sepanjang segala masa”. Dan umat
menjawab : “Amin”, kata amin berasal dari kata Yunani, amen yang artinya
setuju, ya demikianlah. Dengan demikian kata ini mengungkapkan persetujuan
bahwa yang dikatakan pemimpin Perayaan Ekaristi berlaku juga untuk saya. Dan
amin dalam doxologi penutup ini untuk mengamini seluruh Doa Syukur Agung yang
telah didoakan imam.
- Komuni
Komuni berasal dari bahasa Latin, communio yang
artinya persekutuan atau kesatuan. Komuni artinya : kesatuan atau persatuan
dengan Kristus melalui perjamuan Ekaristi. Ini mewujudkan apa yang disabdakan
Yesus sendiri : “Siapa yang makan dagingKu dan minum darahKu, tinggal dalam Aku
dan Aku dalam dia” (Yoh 6:56). Kesatuan dengan Kristus terjadi sejak dari awal
Perayaan Ekaristi hingga akhir. Ada dua makna Komuni :
Pertama, kita mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah
melalui Kristus yang hadir dalam Doa Syukur Agung. Ambil bagian ini secara
jelas dalam jawaban amin pada akhir atau penutup Doa Syukur Agung (Doxologi
Penutup).
Kedua, kita menyambut Tubuh Kristus
Bagian komuni ini terdiri dari beberapa bagian.
- Bapa Kami
Doa Bapa Kami dimasukkan dalam bagian ini, karena
sesuai dengan maksud komuni, yakni permohonan rejeki hari ini. Bagi kaum
beriman, rejeki itu ialah roti Ekaristi. Permohonan pengampunan dan damai,
sebagaimana diungkapkan dalam doa Bapa Kami, juga merupakan persiapan yang
tepat untuk menyambut Kristus dalam komuni. Kaitan antara doa Bapa Kami dan
Komuni juga terjadi dalam doa permohonan atas pengampunan dosa. Karena tanpa
pengampunan hidup persaudaraan dan persekutuan tidaklah mungkin. Dan jika
persaudaraan dan persekutuan diantara umat beriman tidak dialami, bagaimana
dapat mengalami dengan nyata persatuan dan persekutuan dengan Kristus, sang
Kepala Gereja.
- Embolisme
Embolisme, dari bahasa Yunani, artinya sisipan.
Disebut doa sisipan karena melanjutkan dan mengembangkan ini doa permohonan
terakhir dari doa Bapa Kami, “…. bebaskanlah kami dari yang jahat”. Permohonan
pembebasan dari yang jahat dihubungkan dengan permohonan damai dan perlindungan
dari berbagai cobaan dan gangguan. Embolisme diakhiri dengan seruan : “Sebab
Engkaulah Raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya”. Seruan ini
menyatakan keyakinan iman yang kuat bahwa Kerajaan Allah akhirnya akan dan
pasti menang.
- Doa Damai
Penempatan doa damai setelah doa Bapa Kami dimaksudkan
: “Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja sendiri dan bagi seluruh umat
manusia, sedangkan umat beriman menyatakan persekutuan dan cinta kasih satu
sama lain sebelum bipersatukan dengan Tubuh Kristus” (Pedoman Umum Misale
Romawi, art. 82).
- Pemecahan Roti
Sebagaiman diperbuat Yesus dalam perjamuan malam
terakhir, sebelum dibagi-bagikan roti suci itu dipecah-pecahkan dahulu. Roti
itu dipecahkan, bukan hanya untuk tujuan yang praktis belaka, namun
melambangkan kesatuan kita dengan Kristus dan dengan umat beriman lainnya
karena kita semua adalah satu tubuh (1 Kor 10:16-17).
- Anak Domba Allah (Agnus Dei)
Doa dan nyanyian Anak Domba Allah dilakukan untuk
mengiringi pemecahan roti. Rumusan “Anak Domba Allah” diambil dari teks
Perjanjian Baru, yaitu Yoh 1:29. Seruan Anak Domba Allah ini merupakan pujian
umat beriman kepada Kristus yang telah mengorbankan diriNya untuk kita dan kini
hadir sebagai Tuhan yang mulia di atas altar.
- Doa Persiapan dan Undangan untuk Komuni
Imam berdoa dalam hati sebelum memasuki komuni. Setelah
itu, imam berlutut dan mengundang umat untuk menyambut komuni dengan berkata :
“Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia. Berbahagialah kita yang
diundang ke perjamuanNya”. Kata-kata berbahagialah….. berasal dari kutipan
kitab Wahyu 19:9. Dari sini ditekankan juga bahwa penerimaan komuni merupakan
tindakan ambil bagian dalam perjamuan surgawi. Bersama umat, imam menjawab :
“Ya Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi bersabdalah saja,
maka saya akan sembuh”. Kata-kata ini mengutip Injil Matius 8:8.
- Komuni Imam
Timbul soal : mengapa imam menyambut komuni terlebih
dahulu, baru kemudian umat ? Apakah sebagai tuan rumah, hal ini tepat ?
Penerimaan komuni tidak dapat disamakan dengan perjamuan biasa seperti yang
terjadi di berbagai budaya. Dalam Perayaan Ekaristi, Kristuslah yang menjadi
Tuan rumah dan sekaligus Hidangannya. Dengan demikian, sang Tuan rumah bukanlah
imam, melainkan Kristus sendiri. Dengan menerima komuni bukan hanya berarti
menerima karunia penebusan dari Yesus saja, namun juga suatu perutusan untuk
mempersembahkan diri dan seluruh hidup untuk menghadirkan keselamatan Kristus
bagi dunia. Maka imam menerima komuni terlebih dahulu, menyatakan dengan tegas
bahwa imam menyatakan tanggung jawab dan teladan bagi seluruh umat untuk
menerima undangan Kristus, yakni ambil bagian dalam karya Tuhan dan
mempersembahkan hidupnya bagiNya.
- Komuni Umat dan Nyanyian Komuni
Komuni umat merupakan saat suci, penting dan agung.
Melalui komuni, umat ambil bagian secara sadar dan nyata dalam peristiwa
penebusan Kristus. Oleh karena itulah, maka tatacara penerimaan komuni yang
penuh hormat merupakan hal yang mendasar. Pada saat komuni umat, bisa
dinyanyikan lagu komuni. Ada 2 tujuan nyanyian komuni, yaitu :
a)
Agar umat secara batin bersatu dalam
komuni juga menyatakan persatuannya secara lahir dalam nyanyian bersama;
b)
Menunjukkan kegembiraan Illahi.
- Pembersihan Piala
Setelah komuni selesai, imam membersihkan piala sambil
berdoa : “Ya Tuhan, semoga anugerahMu yang telah kami sambut sungguh meresap ke
dalam hati dan memulihkan kekuatan iman kami”.
- Doa Sesudah Komuni
Doa ini merupakan doa yang menutup Liturgy Ekaristi.
Isi doa umumnya syukur atas karunia Ekaristi yang telah dirayakan dan diterima,
permohonan agar berkat Ekaristi, kita bertekun dalam perutusan selanjutnya, dan
akhirnya memohon agar nanti diperkenankan mengikuti perjamuan penuh di surga.
IV. RITUS PENUTUP
- Upacara penutup bertujuan untuk mengakhiri seluruh rangkaian Perayaan Ekaristi dan sekaligus
mengantar umat beriman untuk kembali ke perjuangan hidup sehari-hari dan
menjalankan perutusan di dunia.
- Pengumuman
Sebelum berkat dan pengutusan, dapat disampaikan
beberapa pengumuman penting untuk seluruh umat yang disampaikan secara singkat
dan jelas.
- Berkat
Sebelum berkat disampaikan imam menyapa umat dengan
rumusan salam : “Tuhan sertamu” atau “Tuhan bersamamu” dan umat menjawab : “Dan
sertamu juga” atau “Dan bersama rohmu”. Dialog ini mengungkapkan iman Gereja
bahwa Tuhan sungguh hadir dan menyertai umatNya. Selanjutnya disampaikan berkat
dengan menyebut nama Allah Tritunggal. Maknanya berkat dalam hal ini bukanlah
anugerah sesuatu yang bersifat materi, namun pertama-tama adalah Allah sendiri,
yakni hidup Allah Tritunggal. Dengan menerima berkat, kita dianugerahi kesatuan
hidup dengan persekutuan Allah Tritunggal, sumber dan tujuan hidup manusia dan
alam semesta. Berkat ini juga sekaligus memberikan kekuatan illahi untuk
melaksanakan tugas perutusan.
- Pengutusan
Setelah menerima kekuatan dari Allah Tritunggal
melalui berkatNya, seluruh umat tanpa terkecuali mendapat tugas perutusan,
menjadi saksi keselamatan dan kebenaran dalam kehidupan yang nyata sehari-hari.
Dan umat menjawab “Amin” (setuju).
- Perarakan Keluar
Setelah pengutusan, imam mencium altar sebagai tanda
penghormatan kepada Kristus. Kemudian imam beserta petugas liturgy lainnya
meninggalkan altar dengan diiringi lagu penutup.
Beberapa Kanon dari Kitab Hukum Kanonik
Tentang Perayaan Ekaristi
Kan. 897
|
Sakramen
yang terluhur ialah Ekaristi mahakudus, di dalamnya Kristus Tuhan sendiri
dihadirkan, dikurbankan dan disantap, dan melaluinya Gereja selalu hidup dan
berkembang. Kurban Ekaristi, kenangan wafat dan kebangkitan Tuhan, dimana
Kurban salib diabadikan sepanjang masa, adalah puncak seluruh ibadat dan
kehidupan kristiani dan sumber yang menandakan serta menghasilkan kesatuan
umat Allah dan menyempurnakan pembangunan tubuh Kristus. Sedangkan
sakramen-sakramen lain dan semua karya kerasulan gerejawi melekat erat dengan
Ekaristi mahakudus dan diarahkan kepadanya.
|
Kan. 898
|
Umat
beriman kristiani hendaknya menaruh hormat yang sebesar-besamya terhadap
Ekaristi mahakudus, dengan mengambil bagian aktif dalam perayaan Kurban
mahaluhur itu, menerima sakramen itu dengan penuh bakti dan kerap kali, serta
menyembah-sujud setinggi-tingginya; para gembala jiwa-jiwa dalam menjelaskan
ajaran mengenai sakramen itu hendaknya tekun mengajarkan kewajiban itu kepada
umat beriman.
|
Kan. 899 §
1
|
Perayaan
Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri dan Gereja; di dalamnya Kristus
Tuhan, melalui pelayanan imam, mempersembahkan diri-Nya kepada Allah Bapa
dengan kehadiran-Nya secara substansial dalam rupa roti dan anggur, serta
memberikan diri- Nya sebagai santapan rohani kepada umat beriman yang
menggabungkan diri dalam persembahan-Nya.
|
Kan. 899 §
2
|
Dalam
Perjamuan Ekaristi umat Allah dihimpun menjadi satu, dibawah pimpinan Uskup
atau pimpinan imam dibawah otoritasnya, yang bertindak selaku pribadi Kristus
(personam Christi gerere), serta semua umat beriman lain yang menghadirinya,
entah klerus entah awam bersama-sama mengambil bagian, masing-masing menurut
caranya sendiri sesuai keberagaman tahbisan dan tugas-tugas liturgis.
|
Kan. 899 §
3
|
Perayaan
Ekaristi hendaknya diatur sedemikian sehingga semua yang mengambil bagian
memetik hasil yang berlimpah dari situ; untuk memperoleh itulah Kristus Tuhan
mengadakan Kurban Ekaristi.
|
Kan. 900 §
1
|
Pelayan,
yang selaku pribadi Kristus (in persona Christi) dapat melaksanakan sakramen
Ekaristi, hanyalah imam yang ditahbiskan secara sah.
|
Kan. 900 §
2
|
Secara
licit merayakan Ekaristi imam yang tak terhalang oleh hukum kanonik, dengan
tetap mengindahkan ketentuan kanon-kanon berikut.
|
Kan. 901
|
Imam
berhak penuh mengaplikasikan Misa bagi siapapun, baik yang masih hidup maupun
yang meninggal.
|
Kan. 912
|
Setiap
orang yang telah dibaptis dan tidak dilarang oleh hukum, dapat dan harus
diizinkan untuk menerima komuni suci.
|
Kan. 913 §
1
|
Agar
Ekaristi mahakudus dapat diterimakan kepada anak-anak, dituntut bahwa mereka
memiliki pemahaman cukup dan telah dipersiapkan dengan seksama,sehingga dapat
memahami misteri Kristus sesuai dengan daya-tangkap mereka dan mampu
menyambut Tubuh Tuhan dengan iman dan khidmat.
|
Kan. 913 §
2
|
Tetapi
anak-anak yang berada dalam bahaya maut dapat diberi Ekaristi mahakudus, bila
mereka dapat membedakan Tubuh Kristus dari makanan biasa serta menyambut
komuni dengan hormat.
|
Kan. 914
|
Terutama
menjadi tugas orangtua serta mereka yang menggantikan kedudukan orangtua dan
juga pastor paroki untuk mengusahakan agar anak-anak yang telah dapat
menggunakan akalbudi dipersiapkan dengan semestinya dan, sesudah didahului
penerimaan sakramen tobat, sesegera mungkin diberi santapan ilahi itu; juga
menjadi tugas pastor paroki untuk mengawasi, jangan sampai anak- anak yang
tidak dapat menggunakan akalbudi atau yang ia nilai tidak cukup dipersiapkan,
maju untuk menerima komuni suci.
|
Kan. 915
|
Jangan
diizinkan menerima komuni suci mereka yang terkena ekskomunikasi dan
interdik, sesudah hukuman itu dijatuhkan atau dinyatakan, serta orang lain
yang berkeras hati membandel dalam dosa berat yang nyata.
|
Kan. 916
|
Yang sadar
berdosa berat, tanpa terlebih dahulu menerima sakramen pengakuan, jangan
merayakan Misa atau menerima Tubuh Tuhan, kecuali ada alasan berat serta
tiada kesempatan mengaku; dalam hal demikian hendaknya ia ingat bahwa ia
wajib membuat tobat sempurna, yang mengandung niat untuk mengaku sesegera
mungkin.
|
Kan. 917
|
Yang telah
menyambut Ekaristi mahakudus, dapat menerimanya lagi hari itu hanya dalam
perayaan Ekaristi yang ia ikuti, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 921, § 2.
|
Kan. 918
|
Sangat
dianjurkan agar umat beriman menerima komuni suci dalam perayaan Ekaristi itu
sendiri; akan tetapi mereka yang meminta atas alasan yang wajar diluar Misa
hendaknya dilayani, dengan mengindahkan ritus liturgi.
|
Kan. 919 §
1
|
Yang akan
menerima Ekaristi mahakudus hendaknya berpantang dari segala macam makanan
dan minuman selama waktu sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni,
terkecuali air semata-mata dan obat-obatan.
|
Kan. 919 §
2
|
Imam, yang
pada hari yang sama merayakan Ekaristi mahakudus dua atau tiga kali, dapat
makan sesuatu sebelum perayaan yang kedua atau ketiga, meskipun tidak ada
tenggang-waktu satu jam.
|
Kan. 919 §
3
|
Mereka
yang lanjut usia dan menderita sakit, dan juga mereka yang merawat, dapat
menerima Ekaristi mahakudus, meskipun dalam waktu satu jam sebelumnya telah
makan sesuatu.
|
Kan. 921 §
1
|
Umat
beriman kristiani yang berada dalam bahaya maut yang timbul dari sebab
apapun, hendaknya diperkuat dengan komuni suci sebagai Viatikum.
|
Kan. 921 §
2
|
Meskipun
pada hari yang sama telah menerima komuni suci, sangat dianjurkan agar mereka
yang berada dalam bahaya maut menerima komuni lagi.
|
Kan. 921 §
3
|
Kalau
bahaya maut itu berlangsung, maka dianjurkan agar komuni suci diterimakan
berkali-kali pada hari-hari yang berbeda.
|
Kan. 932 §
1
|
Perayaan
Ekaristi hendaknya dilakukan di tempat suci, kecuali dalam kasus khusus
kebutuhan menuntut lain; dalam hal demikian perayaan haruslah di tempat yang
pantas.
|
Kan. 932 §
2
|
Kurban
Ekaristi haruslah dilaksanakan di atas altar yang sudah dikuduskan atau
diberkati; di luar tempat suci dapat digunakan meja yang cocok, dengan harus
selalu ditutup kain altar dan korporal.
|
Kan. 945 §
1
|
Sesuai
kebiasaan Gereja yang teruji, imam yang merayakan Misa atau berkonselebrasi
boleh menerima stips yang dipersembahkan, agar mengaplikasikan Misa untuk
intensi tertentu.
|
Kan. 945 §
2
|
Sangat
dianjurkan agar para imam merayakan Misa untuk intensi umat beriman
kristiani, terutama yang miskin, juga tanpa menerima stips.
|
Kan. 946
|
Umat
beriman kristiani, dengan menghaturkan stips agar Misa diaplikasikan bagi
intensinya, membantu kesejahteraan Gereja dan dengan persembahan itu
berpartisipasi dalam usaha Gereja mendukung para pelayan dan karyanya.
|
Kan. 947
|
Hendaknya
dijauhkan sama sekali segala kesan perdagangan atau jual-beli stips Misa.
|
Kan. 948
|
Jika untuk
masing-masing intensi telah dipersembah- kan dan diterima stips, meskipun
kecil, maka Misa harus diaplikasikan masing-masing untuk intensi mereka.
|
Kan. 951 §
1
|
Imam yang
pada hari yang sama merayakan beberapa Misa, dapat mengaplikasikan setiap
Misa bagi intensi untuknya stips dipersembahkan, tetapi dengan ketentuan
bahwa kecuali pada hari raya Natal, hanya satu stips Misa boleh menjadi
miliknya, sedangkan yang lain diperuntukkan bagi tujuan-tujuan yang
ditetapkan oleh Ordinaris, dengan tetap diizinkan sekadar retribusi atas
dasar ekstrinsik.
|
Kan. 951 §
2
|
Imam yang
pada hari yang sama berkonselebrasi Misa kedua, tidak boleh menerima stips
untuk itu atas dasar apapun.
|
Kan. 958 §
1
|
Pastor
paroki dan juga rektor gereja atau tempat saleh lain dimana biasa diterima
stips Misa, hendaknya mempunyai buku khusus, dimana dicatat dengan teliti
jumlah Misa yang harus dirayakan, intensi, stips yang dipersembahkan, serta
perayaan yang telah dilaksanakan.
|
Kan. 958 §
2
|
Ordinaris
wajib setiap tahun memeriksa buku-buku itu, sendiri atau melalui orang lain.
|
Kan.
1205
|
Tempat-tempat
suci ialah tempat yang dikhususkan untuk ibadat ilahi atau pemakaman kaum
beriman yang dipersembah- kan atau diberkati sesuai dengan buku-buku liturgi
yang ditetapkan.
|
Kan.
1239 § 1
|
Baik
altar-tetap maupun yang dapat dipindahkan hanya boleh dipakai bagi ibadat
ilahi saja, dan sama sekali tidak boleh dipakai untuk kegunaan profan apapun.
|
Kan.
1239 § 2
|
Di bawah
altar tidak boleh dimakamkan jenazah; kalau ada jenazahnya, Misa tidak boleh
dirayakan di atas altar itu.
|
CATATAN
Kitab Hukum Kanonik tahun 1983, menggunakan kata STIPS untuk menggantikan
STIPENDIUM, yang lebih berarti gaji daripada persembahan. Stips ini berupa uang
yang diserahkan orang beriman kepada imam atau kepada yayasan amal dengan
permohonan supaya imam/yayasan amal tersebut merayakan Ekaristi untuk ujub si
pemberi stips. Uang itu bukan harga perayaan Ekaristi, melainkan derma untuk
keperluan sehari-hari si imam. Sebagai persembahan, stips tidak menentukan
pelaksanaan atau pemenuhan intensi, artinya imam berkewajiban merayakan
Ekaristi sekalipun tidak menerima uang.
(Ernest Maryanto, Kamus
Liturgy Sederhana, Kanisius 2003 hal 206).
Stipendium dan Iura Stolae
Oleh: D.
Gusti Bagus Kusumawanta, Pr
Sekretaris Eksekutif Komisi Seminari KWI/Pengurus
GOTAUS/Staf BKBLII
Pengantar
Tema
bulan Liturgi Nasional 2007 adalah Liturgi dan Ekonomi.
Sebuah
tema yang menarik dan menantang untuk didiskusikan. Apa hubungannya Liturgi
sebagai perayaan umat beriman kepada Allah dengan urusan uang, harta benda
singkatnya ekonomi yang lebih menyangkut urusan keduniawian? Salah satu kaitan
antara liturgi dan ekonomi adalah persoalan stips (stipendium) dan iura
stolae dalam perayaan misa.
Pertanyaan
kadang muncul perihal stips dan iura stolae seperti, mengapa umat harus memberi
stips atau iura stolae? Kemana uang yang diberikan umat ketika Imam merayakan
ibadat ilahi dan diberi stips atau iura stolae? Mengapa umat harus memberi
derma sebagai balas jasa kepada imam yang merayakan peribadatan ilahi? Apa
hubungannya liturgi sebagai perayaan iman umat kepada Allah dengan uang
(ekonomi) dalam hal ini stips dan iura stolae? Agar kita memiliki pemahaman
yang benar tentang hal itu berikut penjelasannya dari sudut hukum gereja dan
semoga bermanfaat.
Pengertian
Stips dan Iura Stolae Istilah yang lazim digunakan dalam
kodeks (KHK, 1983) yang dimaksudkan dengan stips (stipendium)
adalah: sumbangan suka rela umat beriman dalam bentuk uang kepada seorang imam
dengan permintaan agar dirayakan satu atau sejumlah Misa untuk ujud/intensi
dari penderma. Stips merupakan balas jasa dari penghargaan suka rela bagi sang
imam yang telah melayani suatu kebutuhan umat beriman. Tapi bukan kewajiban umat
dan imam pun tidak berhak menuntut.
Sedangkan
Iura stolae adalah: sumbangan
umat beriman kepada seorang imam yang melaksanakan perayaan sakramen (misalnya:
baptis, perkawinan) atau melakukan suatu pelayanan pastoral lainnya seperti
pemberkatan rumah.
Namun
karena sudah "salah kaprah" kedua pengertian tersebut disamakan saja,
sehingga istilah tersebut juga lazim disebut stipendium.
Perlu diperjelas lagi bagi kita
pemahaman tentang stipendium maupun iura stolae adalah berbeda dengan
persembahan (oblationes) dan derma (alms. donation), kolekte (collection).
Persembahan
(oblationes)
adalah pemberiaan suka rela dari umat beriman kepada Allah dalam perayaan
peribadatan ilahi dalam bentuk natura (roti, anggur, beras, makanan, dll.)
maupun dalam bentuk uang.
Pemberian
dalam bentuk uang yang dikumpulkan disebut kolekte.
Maka kalau ada umat yang mengumpulkan sewaktu perayaan atau yang meletakkan
uang dalam amplop di atas meja altar dengan tidak menyebut intensinya itu bukan
iura stolae, atau stipendium melainkan kolekte persembahan yang harus dipakai
untuk kepentingan Gereja atau paroki. Karena itu, imam tidak berhak
mengambilnya untuk kepentingan pribadi.
Makna
stips Misa
Sejarah kebiasaan memberi stipendium pada perayaan Misa sudah lama dipraktekan
dalam Gereja, bahkan usianya sejak kehidupan Gereja itu sendiri. Meskipun nama
dan penafsirannya berubah-ubah selaras dengan perkembangan jaman, tetapi
intinya tetap sama yakni bahwa stipendium Misa adalah persembahan dari umat
sebagai ungkapan pemberian diri umat kepada Gereja.
Menelusuri
makna stipendium, baik KHK tahun 1917 dan KHK tahun 1983
menggunakan kata yang sama meskipun konteksnya berbeda. Dalam kodeks KHK 1917,
berbicara tentang stipendium diberi judul: de oblate ad Missae celebrationem
stipe, sedangkan kodeks KHK 1983 dengan judul lebih singkat stipendium
Missae. Kata stipendium dalam KHK 1917, berasal dari kata Latin stips
(stipis) yang berarti derma, sedekah, gaji, dan dari kata pendare berarti
membayar derma atau gaji. Berbeda dengan KHK 1983, kata stips digabungkan
dengan kata kerja offere yang berarti menghaturkan, memberi, mempersembahkan.
Paduan kata stips dan offere berarti memberi derma. Dengan demikian makna kata
stipendium dalam kodeks 1983 mempunyai arti baru lebih bernuansa
rohani/spiritual bila dibandingkan dengan kodeks yang lama.
Aturan
kodeks tentang stipendium dan iura stolae Kitab Hukum
Kanonik menegaskan perihal stipendium sebagai suatu kebiasaan/tradisi yang
teruji dan merayakan misa sesuai dengan intensi/maksud tertentu dari penderma.
Kanon
945, § 1: "Sesuai
dengan kebiasaan Gereja yang teruji, imam yang merayakan Misa atau
berkonselebrasi boleh menerima stips yang dipersembahkan agar mengaplikasikan
Misa untuk intensi tertentu". Jelas disini nampak unsur kewajiban dari
imam untuk merayakan misa sesuai dengan intensinya. Imam tidak boleh tidak
merayakan misa tanpa intensi yang dituntun sesuai dengan maksud dari penderma.
Namun demikian imam janganlah memiliki semangat untuk mencari stipendium sampai
melupakan tugas pelayanan kepada umat. Demikian juga imam hendaknya melayani
semua orang dalam merayakan ekaristi meskipun tanpa stips (stipendium). Hal itu
ditegaskan dalam kanon 945, § 2
Kanon 945, §
2:
"Sangat
dianjurkan agar para imam merayakan misa untuk intensi umat beriman kristiani,
terutama yang miskin, juga tanpa menerima stips". Kerap kita mendengar
keluhan umat bahwa ada imam yang tidak rela melayani umat tertentu karena
secara ekonomis kelihatan tidak mampu memberi stipendium. Hal ini sangat
bertentangan dengan semangat hidup seorang imam yang dipanggil oleh Tuhan
menjadi imam untuk melayani umat-Nya. Kitab hukum kanonik juga menyatakan
larangan imam menuntut umatnya dalam hal stipendium dalam pelayanan kepada umat
secara tegas dinyatakan dalam kanon 848
Kanon 848 : "Pelayan
sakramen tidak boleh menuntut apa-apa bagi pelayanannya selain persembahan
(oblationes) yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, tetapi selalu
harus dijaga agar orang yang miskin jangan sampai tidak mendapat bantuan
sakramen-sakramen karena kemiskinannya". Tujuan orang memberi derma dalam
bentuk stipendium adalah bagi kesejahteraan Gereja dan penghidupan para
pelayannya. Selain itu, umat diajak untuk bertanggungjawab secara ekonomis atas
perkembangan hidup Gereja dan para pelayanannya.
Kanon 946 : menyatakan: "Umat beriman
kristiani, dengan menghaturkan stips agar misa diaplikasikan bagi intensinya,
membantu kesejahteraan Gereja dan dengan persembahan itu berpartisipasi dalam
usaha Gereja mendukung para pelayan dan karyanya".
Norma-norma
dasar
1. Menjauhkan
segala bentuk perdagangan stipendium misa Tidak jarang
penerimaan stips atau iura stolae disalahgunakan oleh imam untuk
diperdagangkan. Maka kodeks melarang tindakan imam yang dengan sengaja
melakukan perdagangan Misa untuk mencari stips. Dengan kata lain imam itu
kemana-mana merayakan Misa untuk mendapatkan uang. Pelarangan tersebut
didasarkan pada kanon 947 menegaskan: "Hendaknya dijauhkan sama
sekali segala kesan perdagangan atau jual beli stips Misa". Dengan
pernyataan itu kodeks mau menegaskan bahwa umat beriman agar tetap menaruh
hormat pada ekaristi sebagai tindakan ilahi dan memandangnya sebagai hadiah
cuma-cuma dari Allah. Apa yang diberikan secara cuma-cuma hendaknya
dikembalikan dengan cuma-cuma. Dengan demikian derma atau stips misa harus
dianggap sebagai persembahan bebas dari umat beriman. Perdagangan stipendium
misa bisa diartikan dalam berbagai tindakan seperti:
a. merayakan misa
kalau ada stipendium,
b. menghimpun
sekian banyak stipendium dalam satu misa,
c. menugaskan imam
lain mengaplikasikan misa bagi stipendium di bawah standar tertentu, d. menolak
permintaan orang miskin yang tidak bisa memberikan stipendium. Sehubungan
dengan permohonan misa tanpa stipendium oleh orang miskin, imam hendaknya
memperhatikan isi kodeks kanon 945, § 2 yang menetapkan: "Sangat
dianjurkan agar para imam merayakan misa untuk intensi umat beriman kristiani
terutama orang miskin, juga tanpa stips".
2. Jumlah misa dan
stipendium
Untuk memahami norma tentang jumlah misa dan stipendium maka kita merujuk pada kanon
948 yang menyatakan: "Jika untuk masing-masing intensi telah
dipersembahkan dan diterima stips, meksipun kecil, maka misa harus
diaplikasikan masing-masing untuk intensi mereka". Kanon ini merupakan
prinsip dasar bahwa jumlah misa yang dipersembahkan harus selaras dengan jumlah
stipendium yang diterima. Norma kanon tersebut tidak mengijinkan akumulasi
banyak persembahan dan melarang setiap imam menitipkan satu intensi lain.
Sebagai contoh: penderma memberikan uang Rp. 100.000,- untuk 10 kali misa maka
misa dengan ujud itu harus dipersembahkan sesuai dengan permintaan yakni misa
sebanyak 10 kali. Setiap hari minggu imam (Pastor Paroki) wajib mempersebahkan
misa pro popolo (misa untuk umat di Paroki). Pada saat itu tanpa alasan yang
jelas imam tersebut tidak boleh mengaplikasikan intensi misa yang kedua dan
ketiga.
3. Kewajiban
mengaplikasikan misa Kan 949, KHK 1983 menyatakan
bahwa : "Yang terbebani kewajiban merayakan misa dan menghaplikasikannya
bagi intensi mereka yang telah memberikan stips tetap terikat kewajiban itu
meskipun tanpa kesalahannya stips yang di terima itu hilang". Kanon ini
menggarsibawahi kewajiban seorang imam merayakan misa kalau dia belum
mengaplikasikan misa bagi stipendium yang telah diterima. Jika stipendium itu
hilang karena kecurian atau kebakaran maka imam tetap terikat kewajiban
mengaplikasikan Misa. Sedangkan imam yang berada dalam kesulitan fisik dan
moril memenuhi kewajiban tersebut, hendaknya mengirrimkan seluruh stipendium
kepada rekan imam lain untuk merayakan misa, atau kepada Ordinaris setempat
yang bisa mengaplikasikan bagi ujud tersebut. Seorang imam yang telah menerima
pesan misa tidak diperkenankan mengembalikan uang stips kepada pendermanya. Dia
harus mengaplikasikan misa bagi ujud dari penderma itu.
4. Penentuan
jumlah misa
Kodeks menetapkan tentang penentuan jumlah misa dalam kanon 950:
"Jika sejumlah uang dipersembahkan untuk aplikasi misa tanpa disebut
jumlah misa yang harus dirayakan, jumlah ini diperhitungkan menurut ketentuan
hal stips di tempat, dimana pemberi persembahan bertempat tinggal, kecuali
maksudnya harus diandaikan lain secara legitim". Sebagai prinsip dasar
jumlah misa yang dirayakan mengikuti ketentuan stipendium dari keuskupan
setempat dimana imam berkarya (misalnya Keuskupan Denpasar menetapkan 1 kali
misa stips sebesar Rp. 20.000,-).
5. Stipendium yang
dapat menjadi milik imam Larangan untuk mengambil stips misa
lebih dari satu setiap hari adalah suatu disiplin tua yang bertujuan mencegah
setiap bentuk kerakusan klerikal. Tentang hal itu kodeks menentukan norma
sebagai berikut: Kanon 951 § 1: "Imam yang pada hari yang sama
merayakan beberapa misa, dapat mengaplikasikan setiap misa bagi intensi untuk
stips dipersembahkan, tetapi dengan ketentuan bahwa kecuali pada hari raya
Natal, hanya satu stips. Misa boleh menjadi miliknya sedang yang lain
diperuntukkan bagi tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh Ordinaris, dengan tetap
dizinkan sekadar retribusi atas dasar ekstrinsik. § 2: Imam yang pada
hari yang sama berkonselebrasi misa kedua, tidak boleh menerima stips untuk itu
atas dasar apapun". Dari pernyataan di atas kan 951, § 1,
menunjukkan bahwa: 1. seorang imam karena tuntutan pastoral dalam sehari dapat
merayakan lebih dari satu misa untuk intensi/ujud yang berbeda, namun hanya
satu stips yang boleh menjadi miliknya. Sedangkan yang lainnya harus dengan
jujur diserahkan untuk kepentingan gereja lainnya misalnya kepentingan
seminari, karya karitatif, DHT dll. 2. jika pada hari raya Natal seorang imam
merayakan tiga misa dengan tiga ujud yang berbeda maka ketiga stips tersebut
menjadi miliknya. Sedangkan pada kan 951, § 2 : melarang imam menerima
stips kalau pada hari yang sama dia ikut konselebrasi misa kedua. Pernyataan
ini mengandung dua konsekuensi:
1. Seorang imam
dizinkan menerima stips kalau misa konselebrasi itu adalah satu-satunya misa
yang dirayakan pada hari itu. Ia tidak berhak menerima stips kalau ia ikut
konselebrasi lagi pada misa berikutnya.
2. Kalau pada misa
konselebrasi seorang imam menjadi konselebran utama dan kemudian pada hari yang
sama dia merayakan satu kali misa lagi, maka imam tersebut boleh menerima stips
untuk setiap misa kendati cuma satu stips untuk dirinya dan yang lain
dipergunakan untuk maksud yang ditetapkan oleh Ordinaris. Contoh: Imam A pada
hari yang sama mengaplikasikan dua/tiga misa untuk ujud yang berbeda. Maka imam
A hanya berhak mendapat satu stips, sedangkan yang lainnya diperuntukkan bagi
kepentingan paroki atau seturut petunjuk Ordinaris setempat.
Norma-norma
yang melengkapi
1. Siapa yang berwenang
menentukan jumlah stips? Kanon 952, §
1: Konsili provinsi atau pertemuan para uskup se-provinsi berwenang
menentukan lewat dekret bagi seluruh provinsi, besarnya stips yang harus
dipersembahkan untuk perayaan dan aplikasi misa dan imam tidak boleh menuntut
jumlah yang lebih besar; tetapi ia boleh menerima stips lebih besar yang
dipersembahkan secara sukarela dari pada yang ditetapkan untuk aplikasi misa,
juga stips yang lebih kecil. § 2:
Jika tidak ada dekret semacam itu, hendaknya ditaati kebiasaan yang berlaku di
keuskupan. § 3: Jika anggota-anggota
tarekat religius manapun harus taat pada dekret tersebut atau kebiasaan
setempat yang disebut dalam § 1 dan § 2.
Apa maksud dari
kanon ini? Kanon 952 menetapkan tiga hal berikut ini:
1. Otoritas yang berkompeten
menentukan jumlah stips misa adalah para uskup dalam satu provinsi gerejawi.
Mereka menetapkan hal itu dalam pertemuan para uskup (konsili provinsi atau
pertemuan pastoral). Hasil pertemuan itu dikeluarkan dalam bentuk dekret yang
bersifat bagi semua keuskupan dan provinsi tersebut,
2. Apabila
penetapan bersama itu tidak ada, maka Uskup diosesan berwenang membuat
ketetapan sendiri yang hanya mengikat warga keuskupannya dan para imam
hendaknya mentaati ketetapan itu,
3. Para imam tidak
diperkenankan meminta jumlah stips yang lebih besar dari ketetapan umum dan
menolak menerima stips yang jumlahnya kecil. Namun mereka tidak dilarang
menerima stips yang jumlahnya lebih besar yang diberikan secara spontan dan
sukarela. Dalam situasi pastoral tertentu dan luar biasa, pastor paroki bisa
menetapkan jumlah stips yang lebih besar, tetapi sangat jarang karena harus
dikonsultasikan dengan Uskup dan umat terkait.
2. Tidak mampu
menyelesaikan kewajiban misa dan norma mengalihkannya kepada orang lain Perihal
ketidakmampuan seorang imam menyelesaikan sejumlah intensi misa yang harus
dirayakan dalam setahun, kodeks memberikan rambu-rambu normatif sebagaimana
tertulis dalam kanon 953: "Tak seorang pun boleh menerima sekian
banyak stips Misa untuk diaplikasikan sendiri, yang tidak dapat ia selesaikan
dalam satu tahun". Demikian juga kodeks memberikan norma pelengkap dalam
hal mengalihakan kewajibannya kepada imam lain. Jalan keluar bagi imam yang
tidak mampu memenuhi kewajibannya maka ada dua kemungkinan yang dapat ditempuh.
Pertama, dia tidak boleh menerima stips baru sampai beban misa setahun belum
terpenuhi. Kedua, imam bersangkutan boleh mentransfer seluruh stips kepada imam
lain yang dikenal dan dipercaya (bdk. Kan. 955, § 1: "Yang
bermaksud menyerahkannya kepada orang lain perayaan misa yang harus
diaplikasikan, hendaknya segera menyerahkannya kepada imam-imam yang dapat
diterimanya, asal ia merasa pasti bahwa mereka itu dapat dipercaya; seluruh
stips yang telah diterima harus diserahkan, kecuali nyata dengan pasti bahwa
kelebihan diatas jumlah uang yang ditetapkan dalam keuskupan itu diberikan atas
dasar pribadinya; ia juga wajib mengusahakan perayaan misa-misa itu sampai ia
menerima kesaksian mengenai kesanggupan serta stips yang sudah diterima").
Kalau imam tersebut berhalangan maka beban misa harus diserahkan kepada
Ordinaris (bdk. Kan. 956).
3. Tempat dan
waktu perayaan Kanon 954, memberi norma pelengkap tentang tempat dan
waktu perayaan. Prinsip dasarnya adalah setiap imam harus menghormati keinginan
penderma. Jika penderma tidak menentukan tempat perayaan maka imam yang
menerima stips bisa mengaplikasikan misa di Gereja atau tempat ibadat yang
disukainya.
4. Waktu perayaan
Perihal waktu mengaplikasikan misa, menurut kanon 955, § 2 harus
dihitung dari hari menerima stips. Jadi misa harus dipersembahkan dihitung
sejak hari imam menerima kesanggupan akan mempersembahkannya. Menurut kanon
202, § 1 yang dimaksud dengan hari dimengerti sebagai jangka waktu yang
terdiri dari duapuluh empat jam dihitung terus menerus mulai dari tengah malam
kecuali dengan jelas ditentukan lain. Penutup Uang sangat dibutuhkan
oleh kita semua termasuk Gereja, karena dengan memiliki uang kegiatan dapat
berjalan dan sarana pendukung dapat terbangun bagi kelancaran karya pastoral. Tapi
uang juga dapat menimbulkan konflik, jika tidak diatur dengan baik. Maka hal
pengaturan uang menyangkut stips (stipendium) dan iura stolae dalam hubungannya
dengan liturgi, telah diatur dalam kitab hukum kanonik 1983, dengan tujuan
tidak terjadi penyalahgunaan dan demi kebaikan publik. Untuk itu wajib bagi
seorang imam jika menerima sejumlah stips dari penderma: membuat catatan
pribadi, hendaknya di setiap paroki tersedia buku stipendium paroki dan pihak
otoritas yang berwenang (Ordinaris) mengawasi beban misa yang telah
dilaksanakan (bdk. Kan. 958, § 2) dengan memeriksa buku tersebut. Semoga
tulisan sederhana ini memperluas wawasan dan pengetahuan kita tentang stips dan
iura stoale dalam kaitannya dengan liturgi ekaristi (misa).
Sumber
bacaan:
1. Seri Kuria keuskupan
Denpasar, Apakah pastor tukang nagih stipendium misa? No. 13/Nop. 2005.
2. CODEX IURUS
CANONICI, Pii V Pontificis Maximi iussu digestus, Benedicti Papae XV
Actoritate Pomulgatus, Romae, Typis Polyglottis Vaticanis, 1917, AAS, 9
(1917-II), 5-5521.
3. CODEX IURUS
CANONICI, Auctoritate Ioannis Pauli PP. II promulgatus, AAS, 75
(1983-II), 1-318.
4. Nuovo Dizionario di
Diritto Canonico, a Cura di Carlos Salvador, Velasio De Paolis,
Gianfranco Ghirlanda, Edizione San Paolo, Torino 1993

Tidak ada komentar:
Posting Komentar